Nationalgeographic.co.id—Pengamat seni dan sejarah budaya kolonial pasti mengenang kejayaan Mooi Indie (Hindia molek). Gaya seni ini berkembang pada paruh pertengahan abad ke-19 dan awal ke-20 yang dipengaruhi romantisme Eropa.
Gaya lukis ini tidak hanya dilakukan oleh orang Eropa ketika mengabadikan alam Hindia, tetapi juga orang pribumi. Salah satu pelopornya adalah Abdullah Suriosubroto, putra dari tokoh pergerakan nasional Wahidin Sudirohusodo.
"[Abdullah] yang punya sejarah luar biasa saya kira, dia pindah ke mana-mana, dan kemudian sampai ke Belanda untuk belajar melukis, dan termasuk belajar ke Prancis untuk mendalami seni lukis yang berkembang, di mana seni lukis pemandangan itu berjaya," kata Mikke Susanto, peneliti seni dari Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Dia menuturkan kisah Abdullah Suriosubroto dalam Bincang Redaksi-47 bertajuk Sejarah Alam Gunung Merapi dalam Lukisan pada 11 Mei silam. Program ini merupakan kolaborasi National Geographic Indonesia bersama Program Studi S-1 Tata Kelola Seni, Fakultas Seni Rupa, Insitut Seni Indonesia Yogyakarta.
Mikke berpendapat, pengaruh Eropa dalam diri Abdullah Suriosubroto sangat kuat. Dia yang menjadi salah satu pengawal pelajar Hindia atau Jawa di Eropa, menerapkan apa yang dipelajari di Eropa pada karya-karyanya, termasuk teori seni lukis.
"Memang tidak ada ucapan atau kesaksian belian langsung dari beliau [terkait teori seni lukis Barat]," terangnya.
"Tetapi konsep komposisi [pada lukisannya] ini diajarkan sebagai materi dasar dalam kuliah seni rupa. Jadi komposisi segitiga banyak, direpetisi, dan garis yang kemudian bentuk menggunakan batas antara objek dengan objek yang lain."
Pada lukisan Abdullah Suriosubroto, lukisannya memenduk aspek komposisi yang berpola, menurut Mikke. Abdullah sering menggunakan garis horison yang dibubuhkan pada bagian tengah kanvas. Komposisi gambarnya memusat di tengah. Mikke menjabarkan, lebih banyak kumpulan segitiga sebagai dasar komposisinya.
"Jadi ini kalau diartikulasi, bisa kita maknai berbagai hal sebenarnya bahwa tiga elemen penting Tuhan, alam, dan manusia, menjadi bagian dalam proses segitiga," Mikke berpendapat.
Begitu besar pengaruh Eropa pada Abdullah Suriosubroto, sampai-sampai dikatakan bahwa ia sempat kehilangan nasionalismenya. Dia begitu mengeksploitasi perkembangan alam yang ada di dalam seni lukis pemandangan Hindia Belanda berdasarkan gaya dari Belanda, Inggris, dan Prancis.
Hingga akhirnya, sang ayah berhasil mengembalikan semangat nasionalismenya. Semangat itu tercetus dalam catatan dirinya dengan mengatakan "Tidak adalah yang mengerti gunung dan alamku, melainkan aku dan bangsaku sendiri".