Nationalgeographic.co.id—Tomé Pirés bukanlah nama yang asing dalam catatan sejarah mainstream. Ia tercatat pernah melakukan perjalanan jauh ke Nusantara pada abad ke-16.
Pirés lahir di Portugis sekitar tahun 1468. Ia merupakan putra dari seorang apoteker, meskipun garis hidupnya membawa Pirés menjadi seorang penjelajah sekaligus penulis sohor di zamannya.
Dikisahkan oleh De Graaf, Tomé Pirés memulai perjalanannya dari Eropa ke wilayah timur di tahun 1511—diusianya ke-43 tahun. H. J. De Graaf melukiskan perjalanan Pirés ke Nusantara dalam Journal of The Humanities and Social Sciences of Southeast Asia and Oceania.
Jurnalnya ditulis dalam bahasa Belanda berjudul Tomé Pirés, "Suma Oriental" en het Tjidperk van Godsdienstovergang op Java yang terbit pada April 1959. Dalam jurnalnya, setahun berselang (1512), Pirés telah sampai ke Malaka.
Ia meneruskan perjalanan hingga ke Jawa, tepatnya berlabuh di Cherebon (sekarang Cirebon) pada bulan Maret 1513. Ia melanjutkan perjalanannya hingga ke Gresik pada bulan Juni 1513 sebelum akhirnya berlayar sampe ke Goa.
Perjalanannya ke Jawa begitu membekas, hingga dibuatlah catatan perjalanan yang oleh Pirés diberi judul Suma Oriental. Catatannya mengisahkan perjalanan dan pemandangan yang ia saksikan selama tahun 1513 di Jawa.
Salah satu kisah dalam Suma Oriental gubahan Pirés berkisah tentang Kadiri—sebuah nama yang merujuk pada Kerajaan kediri di Jawa.
Menariknya, Suma Oriental berbeda dengan catatan Eropa lain yang menganggap banyaknya tokoh ahistoris dalam babad-babad, inskripsi atau historiografi lokal kuno. Pirés ingin membuktikan adanya tokoh-tokoh nyata yang pernah ia temui di Jawa.
"Kadiri benar-benar berkuasa!" tulis Pirés dalam jurnal De Graaf. Pires menggunakan istilah Dayo yang berarti kota untuk menggambarkan kegemilangan pusat kekuasaan Kediri.
Ilmuwan Barat lainnya, N.J. Krom sependapat dengan tesis yang diutarakan Pirés dalam catatannya. Krom menyebut Kediri memiliki sejumlah raja yang sohor di tanah Jawa pada abad ke-16.
Menurut De Graaf, Pirés sedikit banyaknya terilhami dari cerita-cerita panji, sebagai sumber penguat bagi Suma Oriental. "Pirés berhutang pada cerita panji yang membantunya memahami Kadiri," terusnya.
Selama empat abad, setidaknya Kediri memiliki tiga nama raja sohor yang nyata dalam catatan Pirés. Tokoh pertama ialah Sam Agy Jaya Baya atau Jaya Baya. Kedua ialah Sam Agy Dandan Gimdoz atau Kertajaya. Dan, ketiga, Sam Agy Jaya Taton atau Jayakatwang. Penulisan nama raja-raja Kediri ditulis berdasar penyebutan Pirés yang kental dengan bahasa Portugisnya.
Menurut Pirés, Jaya Baya merupakan raja yang paling terkenal dari Kediri. "Jayabhaya adalah nama yang dikenal oleh penduduk Jawa manapun," lanjutnya.
Semua ramalan yang keluar dari mulutnya, bisa-bisa menggemparkan seluruh tanah Jawa karena keampuhannya. Ramalannya dikenal dengan Ramalan Djaja-Baja.
Adapun raja kedua yang disebut, ialah Sam Agy Dandan Gimdoz atau dikenal dengan Dandang Gendis, merupakan nama lain dari Kertajaya. Ia memulai perebutan takhta saat terjadi pemberontakan dari Ken Arok.
Roman pemberontakan itu ditulis secara epik dan dramatis dalam Pararaton gubahan Mpu Prapanca. Kisah Ken Arok yang membunuh Kertajaya, menandai episode paling berdarah di tanah Jawa.
Baca Juga: Menguak Toponimi Cirebon dari Catatan Tome Pires sampai Walisongo
Baca Juga: Pameran Keris Kuno dari Abad VIII di Kediri Didatangi Ratusan Pelajar
Baca Juga: Pusat Arkeologi Nasional Menyingkap Misteri Candi yang Hilang
Baca Juga: Mpu Sindok yang Memindahkan dan Mengubah Nasib Rakyat Mataram
Baca Juga: Melodrama Para Pionir Penjelajah Samudra di Kepulauan Rempah
Raja ketiganya ialah Sam Agy Jaya Taton atau Jayakatwang. Ia merupakan putra dari Dandang Gendis yang berupaya keras dalam mempertahankan keraton dari pemberontakan. Terlebih, saat itu, Kediri mendapat ancaman dari dalam (vasal) dan luar (Cina).
Setidaknya, catatan yang digubah Pires dalam Suma Oriental menjadi dasar penguat adanya tokoh historis yang nyata, berkuasa di Jawa. Beberapa tahun setelah menyelesaikannya, Pirés dijadikan duta besar Portugis di Cina.
Ia wafat pada 1540 di usianya yang ke-72 tahun di Cina. Setelah mangkatnya, Suma Oriental yang berisi tentang kisah raja-raja Jawa itu dinyatakan hilang. Barulah pada tahun 1944, Armando Z. Cortesão menemukannya di perpustakaan raksasa Chambre des Deputés di Paris.