Dapatkah Robot Menjadi Konselor? Studi Awal Tunjukkan Hasil Positif

By Lutfi Fauziah, Senin, 7 Mei 2018 | 17:14 WIB
Banyak peserta dalam studi University of Plymouth memuji sifat 'tidak menghakimi' robot NAO humanoid ketika menyampaikan sesi wawancara. Seorang di antaranya bahkan mengatakan mereka lebih suka kepada manusia. (University of Plymouth)

Semakin hari, perkembangan teknologi robot kian pesat dan mulai menggantikan peran manusia.

Studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti University of Plymouth untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa robot sosial dapat memberikan wawancara motivasi yang ‘membantu’ dan ‘menyenangkan’.

Wawancara motivasi merupakan salah satu teknik konseling yang melibatkan konselor yang mendukung dan mendorong seseorang untuk berbicara tentang kebutuhan dan alasan mereka untuk berubah.

Baca juga: Inovasi Teknologi: Lensa Kontak yang Mampu Memancarkan Laser

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa robot berhasil mencapai tujuan dasar wawancara, dengan mendorong partisipan yang ingin meningkatkan aktivitas fisik, untuk mengungkapkan tujuan dan dilema mereka.

“Kami sangat terkejut melihat bagaimana para partisipan beradaptasi terhadap pengalaman tak biasa, yakni mendiskusikan gaya hidup mereka dengan robot,” ujar Profesor Jackie Andrade, salah satu peneliti.

Ia menjelaskan, karena dianggap tidak menghakimi, robot mungkin memiliki beberapa keunggulan dibanding manusia dalam menyampaikan dukungan untuk perubahan perilaku. Alasan ini pula yang menyebabkan adanya partisipan studi lebih memilih melakukan konseling motivasi dengan robot ketimbang manusia.

Baca juga: Mengapa Manusia Tidak Bisa Menembus Tembok? Inilah Penjelasannya

“Kekhawatiran akan dihakimi oleh pewawancara manusia menjadi faktor kuat penyebab sifat alamiah robot yang tak suka menghakimi mendapat banyak pujian. Ini menunjukkan bahwa robot dapat bermanfaat untuk memunculkan pembicaraan tentang isu-isu sensitif,” tambah Andrade.

Selain itu, para partisipan juga menilai interaksi dengan robot begitu menyenangkan, menarik, dan membantu. Partisipan terutama menganggap robot lebih baik dalam mendengar mereka berbicara keras-keras tentang perilaku mereka, dan menyukai fakta bahwa robot tidak menginterupsi.

Tahap selanjutnya, peneliti berencana melakukan studi kuantitatif, yang dapat mengukur apakah para peserta merasa bahwa intervensi benar-benar meningkatkan tingkat aktivitas mereka.