Puyi, Satu-satunya Kaisar Tiongkok yang Naik Takhta Tiga Kali

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 25 Februari 2023 | 14:00 WIB
Aisin Gioro Puyi dan istrinya Wanrong, sekitar 1925. (Hsu Chung-mao)

Profesor Gondomono, Sinolog FIB-UI, dalam bukunya bertajuk Manusia dan Kebudayaan Han, mengungkapkkan tentang kemerosotan Kekaisaran Tiongkok. "Di bawah kekuasaan Ibu Suri Ci Xi, mulai sekitar pertengahan abad kesembilan belas sampai runtuhnya pada dasarwarsa pertama awal abad kedua puluh, Qing semakin lemah karena keserakahan dan salah kelola negara oleh Ibu Suri Ci Xi maupun karena dilanda banyak kerusuhan."  

Ibu Suri Ci Xi (1835-1908) yang berkuasa sejak 22 Agustus 1861 sampai 15 November 1908. (Palace Museum, Beijing)
     

Penobatan Kedua: Restorasi Singkat Puyi

Sejak pendirian Republik Tiongkok, wilayah negeri ini terpecah belah dan dikuasai oleh Junfa (baca: cunfa) atau "panglima daerah perang".

Gondomono mengungkapkan bahwa sejatinya para Junfa telah berebut wilayah dan berperang. "Kesatuan Tiongkok benar-benar terancam oleh para Junfa yang hanya mementingkan diri sendiri," tulisnya. "Mereka sama sekali tidak memikirkan upaya untuk menciptakan kesatuan negara yang lebih besar dengan penduduk dari kelompok Sinitik (Han) maupun puluhan kelompok etnik minoritas lainnya."  

Pada 1 Juli 1917, junfa atau panglima perang Zhang Xun berhasil menguasai Beijing, Tiongkok. Peristiwa ini dikenal dengan berbagai sebutan: Manchu Restoration, Dingsi Restoration, Zhang Xun Restoration, atau Xuan Tong Restoration.

Pasukan Republik bertempur untuk merebut kembali Kota Terlarang pada 12 Juli 1917, setelah upaya restorasi kekaisaran oleh Zhang Xun. (Bertram Lenox Putnam Weale (1877-1930) )

Ia mengumumkan pemulihan Kaisar Xuan Tong sebagai penerus takhta Dinasti Qing, tetapi upaya Zhang digagalkan tak lama kemudian oleh tentara Republik. Puyi digulingkan untuk kedua kalinya hanya 12 hari setelah ia naik takhta kembali.

Kisahnya begini, pada hari kesembilan Pemulihan, Jenderal Zhang mengundurkan diri dari posisinya. Ia hanya mempertahankan komando pasukannya di ibu kota, yang dikepung oleh pasukan republik.

Pengadilan kekaisaran yang sudah dipulihkan oleh Zhang menyiapkan dekrit pelepasan untuk Puyi. Akan tetapi karena takut akan pasukan Zhang, akhirnya mereka tidak berani mengumumkannya. Pengadilan kekaisaran memulai negosiasi rahasia dengan pasukan republik untuk mencegah penyerangan ke kota, bahkan meminta kedutaan asing untuk menengahi kedua belah pihak.

Nasib istana kekaisaran dan nasib Jenderal Zhang menjadi tidak pasti. Perkara inilah yang menyebabkan negosiasi berantakan. Para jenderal republik mengumumkan serangan umum terhadap posisi kaum monarki pada pagi hari 12 Juli 1917.

Pasukan kaum monarki bercokol di dinding Kuil Surga. Tak lama setelah pertempuran dimulai, negosiasi dilanjutkan. Hasilnya, kaum monarki menyerah. Jenderal Zhang melarikan diri. Kaum republik pun berhasilkan menggulingkan pemulihan takhta Pu Yi.