Keluarga Hattori Hanzo berasal dari kelas samurai dari daerah Iga, tetapi ia tinggal di Daerah Mikawa dan bertugas sebagai ninja selama periode Sengoku di Jepang. Seperti Fujibayashi dan Momchi, ia memimpin para ninja Iga.
Tindakannya yang paling terkenal adalah menyelundupkan Tokugawa Ieyasu, calon pendiri Keshogunan Tokugawa.
“Hattori memimpin Tokugawa melintasi Iga dan Koga, dibantu oleh para klan ninja lokal yang selamat. Hattori juga mungkin telah membantu menyelamatkan keluarga Ieyasu, yang ditangkap oleh klan saingannya,” jelas Kallie.
Hattori meninggal pada tahun 1596 di usia 55 tahun, tetapi legenda hidupnya tetap hidup. Ia telah mengilhami berbagai manga dan film. Dalam budaya populer, Hattori sering digambarkan sebagai ninja yang memiliki kekuatan magis.
Mochizuki Chiyome
Mochizuki Chiyome adalah istri dari samurai Mochizuki Nobumasa dari wilayah Shinano, yang tewas dalam Pertempuran Nagashino pada tahun 1575. Chiyome sendiri berasal dari klan Koga, jadi ia memiliki akar ninja.
Setelah kematian suaminya, Chiyome tinggal bersama pamannya, daimyo Shinano Takeda Shingen. Takeda meminta Chiyome untuk membuat sebuah kelompok “kunoichi”, atau ninja wanita, yang bertindak sebagai mata-mata, pembawa pesan, dan pembunuh.
“Chiyome merekrut gadis-gadis yatim piatu, pengungsi, atau yang telah dijual ke dalam prostitusi, dan melatih mereka dalam rahasia perdagangan ninja,” jelas Kallie.
Para kunoichi ini menyamar sebagai dukun Shinto pengembara untuk berpindah dari satu kota ke kota lain. Mereka mungkin berpakaian seperti aktris, pelacur, atau geisha untuk menyusup ke kastil atau kuil dan menemukan target mereka.
Pada puncaknya, kelompok ninja Chiyome beranggotakan antara 200 hingga 300 wanita. Upaya ini memberikan klan Takeda keuntungan ketika berurusan dengan wilayah-wilayah tetangga.
Jinichi Kawakami
Jinichi Kawakami dari Iga disebut sebagai ninja terakhir, meskipun ia dengan telah mengakui bahwa "ninja yang sebenarnya sudah tidak ada lagi."
Namun, ia mulai mempelajari ninjutsu pada usia enam tahun. Tak hanya mempelajari teknik bertarung dan spionase, tetapi juga pengetahuan kimia dan medis yang diwariskan dari periode Sengoku.
Namun, Kawakami memutuskan untuk tidak mengajarkan keterampilan ninja kuno kepada muridnya. Ia mencatat dengan sedih bahwa meskipun orang modern belajar ninjutsu, mereka tidak dapat mempraktikkan banyak dari pengetahuan itu: "Kita tidak bisa mencoba membunuh atau meracuni."
“Oleh karena itu, ia memilih untuk tidak meneruskan informasi tersebut kepada generasi baru, dan mungkin seni sakral itu telah mati bersamanya, setidaknya dalam pengertian tradisional,” jelas Kallie.