Kota Konstantinopel Selama Kekaisaran Bizantium hingga Jatuh

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 10 Oktober 2023 | 20:26 WIB
Lukisan peta Konstantinopel sebagai ibukota Kekaisaran Bizantium. Kota ini begitu pesat sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan dunia. Lukisan ini dibuat oleh seniman Venesia Giacomo Franco pada 1597. (Giacomo Franco)

Kota 'Paling Kosmopolitan' di Dunia

Lambat laun, Konstantinopel sebagai ibukota Kekaisaran Bizantium menjadi kota penting bagi perdaban. Di sinilah perekonomian dan budaya dari berbagai penjuru dunia bermuara. Keberadaannya membuat Kekaisaran Bizantium begitu makmur.

Kemakmuran kota ini memiliki dampak negatif: rentan diserang oleh bangsa asing. Sampai sebelum dijatuhkan oleh Kekaisaran Ottoman, Konstantinopel telah diserang oleh berbagai bangsa seperti Arab pada abad ke-7 dan ke-8; Kekhanan Bulgar pada abad ke-9 dan ke-10, bangsa Rus pada abad ke-9, ke-10, dan ke-11; serta Slavia pada abad kesembilan.

Pertahanan kota pun dipertimbangkan dengan membangun tembok. Kaisar Theodosius II (berkuasa 408—450 M) membangun tembok ganda di barat Tembok Konstantinus. Proyek ini awalnya dilakukan pada masa Kaisar Arkadius (berkuasa 383—408) pada 404, dan baru rampung sembilan tahun kemudian.

Peta topografi Konstantinopel pada masa Bizantium. (Creative Commons Attribution)

Gempa pernah terjadi pada Januari 448 M, membuat sebagian besar tembok kota runtuh. Kaisar Theodosius II segera menginstruksikan perbaikannya dengan cepat, sebab Attila orang Hun di Balkan bergerak menyerang Kekaisaran Bizantium. Tembok pun berhasil direstorasi dalam 60 hari.

Kemakmuran Konstantinopel berasal dari tangan Kaisar Yustinianus I. Setelah kerusuhan sempat terjadi, dia berambisi untuk membersihkan sisa-sisa masa lalu dan menjadikan kota sebagai pusat peradaban di Kekaisaran Bizantium. 

Gereja Hagia Sophia yang didirikannya berasal dari asil tambang dan bebatuan berharaga dari kawasan yang berhasil dikuasainya. Pembangunan Hagia Sophia sendiri membutuhkan waktu sekitar 10.000 pekerja. Yustinianus I bahkan mengeklaim "Salomo, aku telah melampauimu!"

Karena Konstantinopel menjadi pusat hilir-mudik manusia dari segala bangsa, epidemi merajalela. Pada 541, Wabah Hitam atau Black Death membunuh lebih dari 100.000 penduduk Kontanstinopel. Epidemi ini bahkan menyerang kaisar dan berhasil selamat. Dalam sejarah, epidemi ini juga disebut sebagai Wabah Yustinianus.

Wabah ini merusak perekonomian Kekaisaran Bizantium, terutama Konstantinopel. Sejarawan menilai, perekonomian kekaisaran tidak pernah pulih sepenuhnya sejak wabah.

Konstantinopel Abad Pertengahan Sebelum Dikuasai Kekaisaran Ottoman

Penaklukan kota Konstantinopel oleh Tentara Salib pada tahun 1204. Lukisan karya David Aubert (1449-79) (Wikimedia Commons)
Tidak ada yang signifikan di Konstantinopel pada masa berikutnya. Kaisar-kaisar Bizantium berikutnya memperkuat agama Kristen dan memperbarui sistem pertahanan.

Leo III (717—741) bahkan memperkenalkan senjata "api Yunani" yang merupakan senjata api berupa cairan yang mudah terbakar untuk ditembakkan. Senjata ini digunakan saat Konstantinopel diserang bangsa Arab pada abad ke-8.

Ada banyak pembangunan kebudayaan pada Abad Pertengahan di Konstantinopel. Hanya saja, pembangunan ini terkendala selama Perang Salib Keempat pada 1204.

Tentara Salib dari Eropa datang menjarah dan membakar kota, yang semestinya datang untuk bersatu memerangi kaum muslim. Penjarahan ini bahkan merusak makam-makam, menodai gereja, dan membuang jenazah Kaisar Yustinianus I.

Kondisi Kota Konstantinopel tidak pernah membaik setelah kejadian tersebut. Sejarawan Lincoln College Donald L. Wasson di World History berpendapat, tidak kunjung pulihnya Konstantinopel menjadi peluang bagi Kekaisaran Ottoman menaklukkannya pada 1453 M.