Nationalgeographic.co.id—Ketika mendengar kata "bajak laut", kita mungkin membayangkan gambaran orang-orang yang bermuka seram, mabuk, berlayar dengan kapal besar, dan kerap merampok. Bajak laut sering digambarkan sedang menimbulkan kekacauan di seluruh Karibia. Setidaknya, gambaran itulah yang ditampilkan oleh budaya pop. Namun bajak laut tidak hanya ada di dunia barat. Di Asia, misalnya Kekaisaran Tiongkok, bajak laut juga menimbulkan masalah.
Pembajakan, atau tindakan perampokan di laut lepas, telah ada sejak zaman kuno dan terjadi di seluruh dunia. Beberapa orang bahkan menganggap orang Viking di Eropa utara pada dasarnya adalah bajak laut. Meskipun demikian, cara bajak laut bertindak dan mengatur diri mereka sangat berbeda tergantung di mana mereka beroperasi.
Zaman keemasan bajak laut di Kekaisaran Tiongkok
Zaman keemasan pembajakan, dalam pengertian Eropa, umumnya mengacu pada abad ke-17 dan ke-18 (kira-kira sekitar tahun 1650 hingga 1730). "Diperkirakan ada ribuan bajak laut yang melaut pada masa tersebut," tulis Allen B. Bridgewater di laman Owlcation. Namun pembajakan di Laut Tiongkok Selatan berlangsung lebih lama dibandingkan di Karibia dan Amerika. Pembajakan di Kekaisaran Tiongkok berlangsung antara abad ke-16 dan ke-19.
Ketika pembajakan berkurang di Barat, terjadi "ledakan" bajak laut di seluruh Kekaisaran Tiongkok. Perompak serta armada kapal jauh lebih terorganisir dan hierarkis di kekaisaran itu. Puncak pembajakan di wilayah Kekaisaran Tiongkok umumnya terjadi antara tahun 1780 dan 1810. Para bajak laut Kekaisaran Tiongkok terkonsentrasi di dekat Delta Sungai Mutiara, sebuah labirin sungai yang sempurna untuk pembajakan.
Saat ini, Delta Sungai Mutiara umumnya mencakup wilayah administratif Tiongkok di Hong Kong dan Makau, kota Shenzhen, dan Guangzhou. Saat ini, wilayah ini masih menjadi salah satu wilayah terkaya dan terpadat di Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan di wilayah ini telah ada selama ratusan tahun.
Kapan pembajakan dimulai di Kekaisaran Tiongkok?
Pembajakan di Kekaisaran Tiongkok mungkin sudah dimulai sejak awal pelayaran. Sejarahnya panjang dan rumit.
Kasus pembajakan pertama yang terdokumentasi di Kekaisaran Tiongkok terjadi pada awal Dinasti Han (206 SM – 220 M). Saat itu, ada bajak laut lihai bernama Zhang Bolu.
Kemudian ada Sun En yang melancarkan teror di seluruh pesisir Tiongkok Selatan selama abad kelima. Laporan menyatakan bahwa ia dan para pengikutnya akan melakukan kanibalisasi terhadap korbannya.
Bajak laut Kekaisaran Tiongkok, Jepang, dan Barat menyerang wilayah pesisir dan bahkan kota-kota yang lebih pedalaman selama Dinasti Ming. Kemudian antara tahun 1640-an dan 1650-an, ketika perang dinasti Ming-Qing terjadi, pemberontak Zheng Chenggong menduduki pulau-pulau di Delta Sungai Mutiara. Mereka terus mendominasi wilayah tersebut selama dua abad berikutnya.
Pada akhir tahun 1700-an, Laut Tiongkok Selatan dipenuhi armada bajak laut dalam jumlah besar. Sebagian besar dari bajak laut itu didukung oleh pemberontak Tay Son dari Vietnam. Para bajak laut itu pun menjadi jauh lebih terorganisir dan kuat. Era ini adalah periode ketika banyak bajak laut Kekaisaran Tiongkok menjadi makin terkenal.
Ching Shih dianggap sebagai bajak laut Tiongkok paling terkenal dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok. Ia adalah salah satu bajak laut yang paling sukses sepanjang masa. Setelah bekerja sebagai pelacur, ia menikah dengan pemimpin berkuasa Cheng I. Ching Shih kemudian mengambil alih armada tersebut setelah kematian sang suami.
Berapa banyak bajak laut di Kekaisaran Tiongkok? Mustahil untuk memberikan jumlah pasti perompak yang mengarungi Laut Tiongkok Selatan. Namun laporan sejarah menunjukkan bahwa jumlah armada Ching Shih mencapai lebih dari 80.000 perompak.
Berakhirnya pembajakan di Laut Tiongkok Selatan
Tak lama kemudian, Kaisar Tiongkok mulai bosan menghadapi pembajakan yang merajalela di Laut Tiongkok Selatan. Pasalnya, pembajakan tersebut mengganggu perdagangan maritim dan militer. Berbagai upaya dilakukan untuk meredam pembajakan, termasuk melakukan blokade di sepanjang pantai Kanton.
Hal ini gagal dan para perompak terus menyerang garis pantai, pasar, dan desa. "Bajak laut memberikan pukulan terhadap kekuatan pemerintah," tambah Bridgewater.
Guo Podai kemudian membantu menyabotase kendali Ching Shih dan Cheung Po Tsai. Ia memaksakan amnesti kepada otoritas pemerintah. Setelah itu, sisa perompak terorganisir di wilayah tersebut dibubarkan. Peristiwa ini menandai berakhirnya pembajakan skala besar di Kekaisaran Tiongkok.
Selama beberapa dekade berikutnya, terdapat beberapa aktivitas bajak laut yang tercatat di seluruh Kekaisaran Tiongkok. Namun aktivitas tersebut tidak sebanding dengan apa yang terjadi pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an.