Pakar Lingkungan UI Komentari Isi Debat Gibran, Cak Imin, dan Mahfud

By Utomo Priyambodo, Selasa, 23 Januari 2024 | 21:38 WIB
Para calon wakil presiden tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat keempat ini mengambil tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat (RONY ARIYANTO NUGROHO/KOMPAS)

Nationalgeographic.co.id—Acara Debat Cawapres pada Minggu malam (21 Januari 2024) yang menghadirkan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD telah menyedot perhatian banyak orang. Termasuk juga perhatian Mahawan Karuniasa, pakar lingkungan dari Universitas Indonesia (UI). Kebetulan tema debat pada malam itu adalah pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Tema yang sesuai dengan bidang yang digeluti Mahawan. Mencari Titik Tengah ala GibranDalam debat tersebut Gibran sempat mengatakan bahwa yang terpenting dalam upaya pembangunan berkelanjutan di Indonesia adalah mencari titik tengah. Titik tengah yang dimaksud adalah titik keseimbangan antara ekonomi yang ingin dicapai lewat pembangunan dengan kelestarian lingkungan."Sekali lagi tantangannya di sini adalah mencari titik keseimbangan atau titik tengah. Kita pengin menggenjot hilirisasi industri, tapi kita juga wajib menjaga kelestarian lingkungan. Kita ingin meningkatkan produktivitas petani, dan juga sektor maritim, tapi kita juga wajib menjaga keseimbangan alam," ujar Gibran. "Dalam pelaksanaannya, tentu, AMDAL itu wajib. Analisa lingkungan juga wajib. Sustainability report wajib juga. Dan jangan sampai ada alih fungsi lahan yang sekiranya merugikan pengusaha lokal, UMKM lokal, ataupun masyarakat adat setempat," tambahnya.Terkait tambang ilegal dan tambang yang merusak lingkungan, Gibran menyebut bahwa solusinya adalah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari perusahaan yang bersangkutan.   Mahawan menanggapi perkataan Gibran bahwa mencari titik keseimbangan lingkungan dalam pembangunan "bukan hal yang mudah." Di sisi lain Indonesia sebagai negara berkembang tentu ingin maju lewat pembangunan. "Intinya bahwa untuk memproduksi barang khususnya itu industri pasti berdampak pada lingkungan. Kata kuncinya sebenarnya kita kembali kepada konsep ekoregion," jelas Mahawan."Kalau ekoregion itu kan berbasis pada pengelolaan lingkungan hidup. Artinya apa pun kegiatan di situ tidak boleh melampaui daya dukung. Apakah itu hilirisasi nikel, kemudian untuk industri yang lain. Itu tidak bisa melampaui daya dukung." Mahawan juga menegaskan bahwa setiap industri harus memperbaiki kondisi lingkungan yang telah dirusaknya. Jangan sampai daya dukung lingkungan suatu wilayah yang sudah terlampaui akibat aktivitas industri, seperti yang banyak terjadi di Indonesia, dibiarkan begitu saja. Menghindari Pembangunan Ugal-ugalan ala Cak IminDalam debat Cak Imin sempat mengutip adanya 2.500 tambang ilegal berdasarkan data ESDM. "Sementara tambang yang legal saja tidak membawa kesejahteraan dan kita menyaksikan, dalam proses penambangan dan bisnis tambang kita, hilirisasi dilakukan ugal-ugalan, merusak lingkungan, ada kecelakaan, tenaga asing mendominasi. Di sisi yang lain juga, perkembangan hilirisasi maupun tambang tidak signifikan dengan kesejahteraan masyarakat sekitar," ujar Cak Imin. "Sulawesi Tengah pertumbuhan ekonominya sampai sekarang bisa 13%, tinggi sekali, tapi rakyatnya tetap miskin dan tidak bisa menikmati. Hilirisasi apa yang mau kita lakukan? Sementara ilegal juga terus berlangsung," imbuh Cak Imin memberi contoh.Cak Imin menekankan bahwa pembangunan yang dilakukan di Indonesia ke depan harus berdasarkan prinsip keadilan, termasuk keadilan sosial dan lingkungan. "Bahwa pembangunan nasional, bahwa kebijakan nasional, harus berpijak kepada yang namanya keadilan. Keadilan iklim, keadilan ekologi, keadilan antargenerasi, keadilan agraria, dan tentu keadilan sosial," tegasnya. "Rakyat harus dilibatkan, rakyat tidak boleh ditinggal karena pemilik negeri ini adalah rakyat."Terkait tambang ilegal dan kerusakan lingkungan akibat tambang legal, Mahawan mengatakan bahwa "Polusi, kerusakan lingkungan dari satu industri, itu persoalan penegakan hukum. Sebenarnya instrumen lingkungan hidupnya sudah ada, ada AMDAL. Tapi persoalannya penegakan hukum. Penegakan hukum bermasalah karena ada korupsi." "Kita tahu bahwa tambang ilegal itu bisa dikatakan mungkin hanya di Jakarta saja di mana kepolisian tidak berurusan dengan korupsi terkait dengan persoalan tambang. Karena di Jakarta tidak ada tambang," sebut Mahawan. "Kalau itu bisa dikelola, maka industri-industri akan tertib, sehingga tambang-tambang ilegal itu tidak digali, dan tambang-tambang legal itu juga tidak semena-mena." "Dan itu benar-benar kita tahu betul yang terjadi di lapangan itu karena dibayar sehingga persoalan selesai. Akhirnya yang harusnya adalah yang mencemar bayar [denda]. Ini bayarnya ke mana, yang ngurusin pencemaran malah dibayar. Itu yang terjadi."Terkait hilirisasi yang dilakukan secara ugal-ugalan, Mahawan menyebutnya sebagai korupsi sumber daya alam. "Yang ugal-ugalan tidak hanya industri, politik juga ugal-ugalan," tegasnya. "Kenapa sistem ekonomi kita tidak mensejahterakan, kenapa industri kita tidak bisa mensejahterakan, kenapa sistem ekonomi kita itu nge-prank kita ya. Orang yang paling banyak duitnya orang Jakarta, tapi yang paling bahagia di Indonesia orang Maluku Utara. Orang yang paling panjang umurnya orang Jogja.  Jadi takarannya bukan kesejahteraan ramah lingkungan. Semua itu tidak terlepas dari politik yang tidak ramah lingkungan. Politik yang ugal-ugalan," simpulnya.Keterbukaan Informasi dan Penegakan Hukum ala Mahfud MDDalam debat Mahfud MD menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi deforestasi seluas 12,5 juta hektare lahan di Indonesia. "Itu jauh lebih luas dari Korea Selatan dan 23 kali luasnya pulau Madura di mana saya tinggal. Ini deforestasi dalam waktu 10 tahun," tegas Mahfud.Menurut Mahfud, mencabut IUP perusahaan tambang yang merusak lingkungan bukanlah aksi yang mudah. "Mencabut IUP itu banyak mafianya, banyak mafianya. Saya sudah mengirim tim ke lapangan ditolak, sudah putusan mahkamah agung," ujar Mahfud/"Bahkan KPK seminggu lalu menyatakan, 'Untuk pertambangan di indonesia itu banyak sekali yang ilegal dan itu dibekingi oleh aparat aparat dan pejabat.' Itu masalahnya," tambah Mahfud. Mahfud juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi dengan ketegasan dalam penegakan hukum. "Sebenarnya, persoalan penyelesaian SDA dan energi selalu harus menyeluruh dari hulu ke hilir. Keterbukaan informasi agraria, termasuk kehutanan misalnya saya ini punya pengalaman di dalam sidang-sidang yang membicarakan tentang ini misalnya, informasinya tertutup. Siapa yang punya lahan ilegal di sebelah sana? Ketika dibuat daftar, endak ada di dalam daftar. Sementara ada masyarakat yang punya data, ketika ditanyakan lalu baru ditunjukkan."Mahawan mengomentari bahwa memang benar ada banyak persoalan pembuatan izin lahan di Indonesia sehingga merusak lingkungan. "Kerusakan lingkungan itu masih menjadi profitabilitas politik," ujarnya."Jadi biasanya kalau mau Pilkada, izin-izin tambang itu digeber. Bahkan pernah saya menemukan ada satu kabupaten yang luas tambangnya lebih luas dari luas kabupatennya. Kan itu saking serakahnya sampai lupa menghitung luas tambang dan kabupatennya. Seugal-ugalan itu yang terjadi," cerita Mahawan. "Dan apa yang disampaikan Pak Mahfud itu, sampai Pak Mahfud yang ada di level menko seperti itu saja tidak mampu. Jadi memang persoalan mafia tambang, mafia izin, ini jadi satu PR yang luar biasa terkait urusan lingkungan hidup. Tanpa itu maka tidak akan dapat diselesaikan," imbuhnya. "Tapi jangan lupa, itu politiknya luar biasa," tegas Mahawan. "Saya yakin penegakan hukum akan kuat kalau politiknya tidak ugal-ugalan, sampai ke level politik kabupaten ya."Apakah Pembangunan di Indonesia Sudah Berkelanjutan?Saat ditanya apakah pembangunan di Indonesia saat ini sudah ramah lingkungan dan berkelanjutan, Mahawan mengatakan belum. "Jadi kita lihat dari dua aspek ya, substansi dan proses politik yang ugal-ugalan," ujarnya. "Jadi substansi pembangunan di Indonesia belum berkelanjutan itu ditunjukkan dengan data dari provinsi-provinsi yang ada di Indonesia yang intinya bahwa semakin maju ekonomi suatu provinsi, atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) suatu provinsi itu semakin meningkat, itu diikuti terbalik dengan indeks kualitas lingkungan hidupnya. Jadi mulai dari Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Jawa, sampai dengan DKI," beber Mahawan."DKI ekonominya ada di papan atas, tapi indeks kualitas lingkungan hidupnya paling rendah," paparnya. "Nah, itu menunjukkan bahwa pembangunan kita tidak berkelanjutan." Mahawan menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan itu berarti masyarakat sejahtera, ekonominya baik, tetapi lingkungannya tidak terdegradasi. "Oleh karena itu pembangunan yang kita perlu lakukan di wilayah-wilayah yang ekonominya masih perlu ditingkatkan, jangan mengulangi apa yang dilakukan di Pulau Jawa dan Sumatra ya, sehingga misalnya Papua ekonominya bisa maju, tapi lingkungannya tetap terjaga."