Lestari Summit 2024: Memulai Perjalanan Keberlanjutan Bersama-sama

By Utomo Priyambodo, Kamis, 22 Agustus 2024 | 12:00 WIB
Lestari Summit 2024 mengajak semua pihak tidak hanya menyimak, mendengar, tetapi juga bertindak demi bumi yang lestari. 'Mari kita bersama-sama menciptakan small actions in pursue of a bigger impact,' kata CEO KG Media, Andy Budiman. Setiap langkah kecil kita akan membentuk masa depan yang lebih cerah bagi kita semua. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Keberlanjutan adalah sebuah perjalanan yang berkelanjutan, bukan tujuan akhir. Hal itu disampaikan oleh CEO KG Media, Andy Budiman, saat membuka acara Lestari Summit 2024 di Hotel Raffles, Jakarta, pada Rabu, 21 Agustus 2024. "Setiap langkah kecil yang kita ambil membawa kita lebih dekat ke masa depan yang lebih baik dan lestari. Mari kita pastikan tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan ini, dengan melibatkan diri kita semua dan mendorong keterlibatan yang positif," tegas Andy.Andy menuturkan, melalui Lestari Summit 2024, KG Media mengajak semua pihak berkolaborasi dan merumuskan solusi nyata di tengah berbagai tantangan yang sedang kita hadapi bersama. "Seperti yang kita ketahui, perubahan iklim, tata kelola air, sanitasi, serta ketidakpastian ekonomi di seluruh dunia adalah isu-isu yang sangat memerlukan perhatian dan tindakan kita bersama," ujarnya.Mengusung tema "Fostering Sustainability Through Inclusive Local Practice and Policy Making", Lestari Summit 2024 berfokus pada empat pilar utama, yakni inklusivitas, praktik lokal, kebijakan, dan transisi. KG Media meyakini setiap suara dari setiap pihak mempunyai peran penting.Oleh karena itu, dalam acara Lestari Summit 2024 ini juga diadakan beberapa diskusi panel yang diisi oleh orang-orang dari berbagai latar belakang, mulai dari pemerintah, perusahaan atau entitas bisnis, organisasi filantropi, hingga komunitas dan pegiat lingkungan.Dalam diskusi panel bertajuk "Building The Green Jobs and Human Capital Roadmap to Achieve a Sustainable Future", pembahasan menarik mengenai pekerjaan ramah lingkungan alias green jobs mengemuka seiring dengan tingginya kebutuhan akan peningkatan ekonomi yang berkelanjutan.Ketua Tim Pelaksana Program Sustainability Development Goals (SDGs) Indonesia, Vivi Yulaswati, mengatakan investasi hijau bisa menciptakan 7-10 kali lipat lapangan kerja lebih besar dibandingkan investasi konvensional. Bahkan diproyeksikan ada 1,8 hingga 2,2 juta lapangan kerja tambahan di tahun 2060, yang dihasilkan dari sektor energi terbarukan, teknologi kendaraan listrik (EV), efisiensi energi, pemanfaatan lahan, dan peningkatan pengelolaan limbah.Lapangan kerja yang dihasilkan adalah green jobs. “Pada 2023 ada 0,63 juta RE (renewable energy) jobs, 2030 ada 0,74 juta RE jobs, dan 2050 ada 1,07 juta RE jobs,” sebut Vivi yang kini juga menjabat sebagai Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas/PPN.Tantangannya, momentum tingginya kebutuhan industri akan green jobs itu tidak akan bisa dipenuhi oleh Indonesia jika tidak ada pelatihan yang mumpuni sejak saat ini. “Kekurangan tenaga terampil akan meningkat, jika berbagai pelatihan saat ini tidak selaras dengan kemajuan teknologi,” ujar Vivi.

Diskusi panel bertajuk (Nico Cheyrol Gainer/National Geographic Indonesia)
Senada dengan Vivi, Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation, Michael Susanto, juga menyampaikan bahwa tantangan terbesar untuk menyambut peluang green jobs di dunia bagi Indonesia adalah kesiapan sumber daya manusianya. Padahal peluang green jobs saat ini sudah semakin melimpah.

Baca Juga: Lestari Summit 2024, Wujud Komitmen KG Media terhadap Keberlanjutan"Platform jobseeker yang paling besar, misalnya LinkedIn, zaman dulu tidak ada yang namanya pilihan green jobs. Sekarang sudah ada," ucap Michael.Oleh karena itu, menurutnya, sektor pendidikan di Indonesia sangatlah penting dalam upaya mencetak manusia-manusia yang terampil untuk mengisi pekerjaan ramah lingkungan dan usaha bisnis yang berkelanjutan.Michael menegaskan bahwa setiap bidang bisa berkontribusi dalam pekerjaan ramah lingkungan dan setiap fakultas di semua universitas bisa berpartisipasi menyiapkan tenaga kerja yang terlibat dalam ekonomi hijau maupun ekonomi biru. Oleh karena itu, setiap pengajar dan pendidik juga harus menguasai ilmu dan prinsip keberlanjutan yang sedang berkembang ini demi membekalinya kepada para mahasiswa.Dia mencontohkan dirinya yang dahulu pernah menjadi dosen ekonomi yang mengajar akuntansi. "Kalau hari ini saya masih dosen akuntansi, saya harus mengerti tentang ESG (Environmental, Social, and Governance) reporting," tegas Michael.Kebutuhan yang tinggi akan green jobs mendesak karena saat ini bumi sedang menghadapi tiga krisis planet atau triple planetary crisis. Tiga krisis utama yang saling terkait, yang sedang dihadapi oleh umat manusia di bumi, itu adalah perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati.

Pembicaraan soal pekerjaan ramah lingkungan muncul dalam diskusi panel di Lestari Summit 2024. (Nico Cheyrol Gainer/National Geographic Indonesia)
Editor in Chief National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim, yang menjadi moderator dalam sesi diskusi panel itu, menyimpulkan bahwa perilaku ramah lingkungan dan usaha keberlanjutan adalah sesuatu harus menjadi kebiasaan kita bersama."Kebiasaan yang harus mulai kita lakukan karena kita membutuhkan, bukan karena kita harus atau perlu, tetapi karena kita tidak bisa menunggu," ujarnya. "Baby steps tidak apa-apa—daripada tidak sama sekali—tetapi upaya-upaya itu terus kita lakukan."Sebagai bentuk aksi nyata dan komitmen terhadap keberlanjutan, KG Media bakal menghitung jejak karbon dalam Lestari Summit 2024 dan Lestari Awards 2024. Setelah dihitung, KG Media akan melakukan penyeimbang dengan menanam bibit mangrove di Pantai Pondok Bali, Subang, Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena sebagian wilayah pesisirnya telah tenggelam oleh kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim.