Monster Bertangan 100: Simbol Kekuatan Liar dalam Mitologi Yunani

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 26 November 2024 | 10:00 WIB
Hecatoncheires (atlasmythica.com)

Nationalgeographic.co.idHecatoncheires, yang sering disebut sebagai Makhluk Bertangan Seratus, adalah sosok menakjubkan dalam mitologi Yunani kuno. Dengan seratus tangan dan lima puluh kepala, mereka adalah manifestasi kekuatan yang luar biasa.

Ketiga makhluk ini, Kottos, Briareus, dan Gyges, adalah anak-anak Uranus (sang Langit) dan Gaia (sang Bumi). Penampakan mereka yang mengerikan dan kekuatan mereka yang tak tertandingi menjadikan mereka figur penting dalam cerita-cerita Yunani kuno.

Para Hecatoncheires dikenal karena peran mereka dalam Titanomachy, perang besar antara para Titan dan dewa Olimpus. Dalam pertempuran itu, mereka menggunakan kekuatan fisik luar biasa dan ratusan tangan mereka untuk melemparkan batu-batu besar, menciptakan kekacauan di medan perang dan memberikan kemenangan yang menentukan bagi para dewa Olimpus.

Namun, cerita mereka tidak hanya tentang pertempuran, melainkan juga tentang asal-usul, nama, dan keberadaan mereka yang menarik.

Hesiod, dalam karyanya Theogony, menyebutkan ketiga nama mereka—Kottos, Briareus, dan Gyges—sebagai anak Uranus dan Gaia. Beberapa sumber menggambarkan mereka sebagai anak tertua, sementara yang lain menyebut mereka sebagai yang termuda. Seperti para Cyclops, saudara mereka, Hecatoncheires digambarkan sebagai makhluk raksasa dengan kekuatan yang melampaui batas manusia.

Morris H. Lary dalam The Hecatoncheires: The Giants with Hundred Hands sebagaimana dimuat pada laman History Coperative mengungkap bahwa dari ketiganya, Briareus memiliki jejak yang lebih luas dalam mitologi. Homer dalam Iliad menyebutnya dengan nama lain, Aegaeon, yang dikenal oleh manusia, sementara para dewa memanggilnya Briareus.

Nama Aegaeon ini telah digunakan selama berabad-abad sebelum Homer menuliskannya, menunjukkan bahwa Briareus mungkin memiliki asal-usul yang lebih tua dibandingkan sekadar kisah mitologi Yunani. Sebaliknya, Kottos dan Gyges tidak banyak tercatat selain sebagai bagian dari kelompok Hecatoncheires, menjadikan mereka lebih misterius dibandingkan Briareus.

"Kisah mereka adalah cerminan dari kekuatan alam yang sulit dipahami. Para Hecatoncheires mewakili kekacauan dan kehancuran, sebuah simbol kekuatan purba yang tidak tunduk pada kehendak manusia," tulis Lary.

"Dalam perang dan mitologi, mereka menjadi pengingat bahwa beberapa kekuatan terlalu besar untuk dikuasai, bahkan oleh para dewa," lanjutnya.

Briareus juga memiliki jejak dalam budaya lain di luar mitologi Yunani. Plato menyebutnya dalam Laws, sementara penyair Nonnus mencatatnya hingga abad ke-5 Masehi.

Dante bahkan menggambarkan Briareus sebagai salah satu raksasa di Lingkaran Kesembilan Neraka dalam Divine Comedy-nya, dan Cervantes menyebut namanya dalam Don Quixote. Keberadaannya yang melintasi berbagai teks ini menguatkan statusnya sebagai sosok yang luar biasa dan penuh misteri.

Baca Juga: Satrap dalam Kekaisaran Persia: Penjaga Kerajaan dan Pilar Kekuasaan

Ada juga dugaan bahwa Briareus, atau Aegaeon, adalah sisa-sisa dari sosok dewa laut pra-Yunani yang kemudian tergantikan oleh Poseidon dalam mitologi Yunani. Nama "Aegaeon," yang berarti "dia dari Laut Aegea," terkadang digunakan untuk merujuk pada Poseidon sendiri.

Bahkan, dalam beberapa catatan, ada cerita tentang seseorang bernama Aegaeon yang dikalahkan Poseidon dan dimakamkan di Frigia, makam yang kemudian dilihat oleh para Argonaut dalam kisah Argonautica.

Kisah-kisah ini seolah mempertegas bahwa Briareus adalah bagian dari warisan mitos yang lebih tua, sebelum akhirnya diserap ke dalam narasi Yunani sebagai bagian dari Hecatoncheires.

"Kisah Briareus dan saudaranya adalah perpaduan antara mitologi, simbolisme kekuatan purba, dan kebingungan sejarah yang berlapis," kata Lary.

Mereka bukan hanya makhluk raksasa dengan kemampuan luar biasa, tetapi juga cerminan dari bagaimana mitos berubah dan berkembang seiring waktu, membawa serta sisa-sisa cerita yang lebih tua dan menyatukannya dengan legenda yang lebih baru.

Hecatoncheires, para makhluk bertangan seratus, menempati posisi yang unik dalam mitologi Yunani. Mereka bukanlah dewa dalam pengertian yang biasa. Tidak seperti Themis, yang melambangkan keadilan dan ketertiban, atau Iapetus, yang melambangkan kematian, mereka tidak memiliki wilayah kekuasaan tertentu yang mencerminkan sifat ilahi mereka.

"Namun, jejak mitos menunjukkan bahwa Briareus, salah satu dari tiga Hecatoncheires, memiliki hubungan erat dengan laut, yang mungkin mengakar pada kisah-kisah lama tentang dewa laut sebelum Poseidon," paparnya.

"Bahkan, Aelian dalam Varia Historia mencatat bahwa Pilar Hercules awalnya disebut Pilar Briareus, sebelum diubah untuk menghormati sang pahlawan."

Selain itu, Hecatoncheires juga dikaitkan dengan kekuatan alam yang liar dan destruktif. Beberapa sumber menggambarkan mereka sebagai perwujudan badai, awan gelap, dan angin kencang yang menghancurkan.

Mereka bahkan disebut mewakili gempa bumi dan kekacauan alam lainnya. Hubungan ini menyiratkan bahwa Hecatoncheires, atau setidaknya Briareus, mungkin terhubung dengan sosok dewa badai purba, mirip dengan Baal dalam mitologi lain.

Namun, takdir para Hecatoncheires dimulai dengan penderitaan. Uranus, ayah mereka, merasa terancam oleh keberadaan anak-anaknya. Dalam ketakutan bahwa mereka akan merebut kekuasaannya, ia memenjarakan mereka segera setelah lahir, menyembunyikan mereka di dalam bumi.

Baca Juga: Prometheus dan Adam-Hawa: Kejatuhan dari Surga atau Kebangkitan?

Keadaan ini berubah ketika Cronus, salah satu anak Uranus, memberontak, mengebiri ayahnya, dan menggulingkannya. Tapi kebebasan itu berlangsung singkat. Cronus sendiri memenjarakan Hecatoncheires, memastikan mereka tidak menjadi ancaman.

Ketika Zeus lahir dan dewasa, ia melanjutkan siklus pemberontakan ini. Ia membebaskan saudara-saudaranya yang ditelan Cronus dan memulai perang besar melawan para Titan, yang dikenal sebagai Titanomachy.

Perang itu berlangsung selama sepuluh tahun, tanpa ada pihak yang menang. Dalam kebuntuan itu, Gaia memberi tahu Zeus bahwa bantuan Hecatoncheires dapat mengakhiri konflik.

Mengikuti nasihat neneknya, Zeus pergi ke Tartarus, di mana Hecatoncheires dipenjara. Dengan memberikan mereka ambrosia dan nektar, ia memenangkan dukungan mereka.

Hecatoncheires kemudian menjadi sekutu yang tak tergantikan dalam perang tersebut. Dengan kekuatan seratus tangan mereka, mereka melemparkan batu-batu raksasa ke arah para Titan, menciptakan kehancuran yang tak tertandingi. Berkat bantuan mereka, Zeus dan para dewa Olimpus akhirnya mengalahkan para Titan.

Namun, kisah itu tidak berakhir di sana. Setelah kemenangan, para Titan yang kalah dipenjarakan di Tartarus, penjara yang sama di mana Hecatoncheires pernah ditahan.

Kini, giliran mereka menjadi sipir, menjaga agar para Titan tetap terkurung selamanya. Hesiod mencatat bahwa hanya Kottos dan Gyges yang tetap di Tartarus sebagai penjaga, sementara Briareus hidup di atas bersama istrinya, menikmati kehidupan yang lebih damai.

Dengan cara ini, Hecatoncheires menjadi simbol peralihan kekuasaan, dari kekacauan menuju tatanan baru di bawah pemerintahan para dewa Olimpus.

Versi Cerita Lain

Ada beberapa versi alternatif dari kisah Hecatoncheires yang ditemukan dalam berbagai catatan. Khususnya penyair Virgil, dalam Aeneid -nya , menceritakan bahwa Hecatoncheires bertempur di pihak Titan, bukan di pihak Olympian.

Demikian pula, kisah epik Titanomachy yang telah hilang menceritakan Briareus yang berperang melawan para dewa Olimpus (dan, mungkin, saudara-saudaranya).

Dan Ovid juga akan menceritakan kisah Briareus yang mencoba menaklukkan para dewa Olimpus melalui pengorbanan, namun digagalkan ketika burung-burung di bawah komando Zeus mencuri isi perut banteng kurban, sehingga Briareus tidak dapat menyelesaikan ritualnya.

Apollodorus, dalam Bibliotheca-nya , menambahkan perincian tentang pembebasan para Hecatoncheires yang tidak ditemukan dalam catatan sebelumnya.

Ketika Zeus turun ke Tartarus untuk membebaskan si Tangan Seratus, ia harus membunuh sipir mereka, Campe – monster wanita aneh yang tampak sangat mirip dengan Echidna – sebelum memenangkan hati mereka dengan nektar dan ambrosia.