Nationalgeographic.co.id - Nyamuk Aedes Aegypti, atau yang sering dikenal sebagai nyamuk demam berdarah merupakan salah satu serangga yang paling berbahaya di dunia. Selain menyebabkan penyakit demam berdarah dengue (DBD), nyamuk ini juga mampu menularkan penyakit lain seperti zika dan chikungunya.
Sebagai negara tropis, penyakit DBD di Indonesia masih menjadi sebuah ancaman yang serius. Bukan tanpa sebab, menurut data Kemenkes RI, pada tahun 2015 terdapat 1.229 pasien DBD meninggal dunia. Angka ini meningkat sebanyak 322 orang dari tahun 2015, yakni sebanyak 907 orang pasien meninggal dunia.
Baca Juga: Penelitian: Generasi Milenial Adalah Generasi yang Paling Sabar
Virus dengue yang berada di dalam kelenjar ludah nyamuk ini ditularkan oleh nyamuk betina dalam proses mencari darah. Ketika nyamuk Aedes Aegypti betina menusukkan "sungutnya" dan menghisap darah untuk perkembangan telur, virus dengue kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui liur sang nyamuk.
Nyamuk dengan ciri fisik bergaris-garis putih ini juga menjadi "agen" penularan. Nyamuk Aedes Aegypti yang belum terpapar virus dengue pun akan menjadi pembawa virus setelah menghisap darah dari tubuh manusia yang sudah terinveksi virus tersebut.
Atas dasar proses penyebaran virus ini, para peneliti badan sains nasional Australia, CSIRO, kemudian melakukan sebuah penelitian untuk mengurangi jumlah nyamuk Aedes Aegypti.
Penelitian dilakukan dengan cara melepaskan jutaan nyamuk aedes aegypti jantan—sudah "dimandulkan" sebelumnya—ke alam liar di sekitar kota Queensland.
Proses memandulkan nyamuk jantan dilakukan dengan cara memasukan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh mereka.
Selama tiga bulan, nyamuk jantan akan mencari pasangan untuk kawin. Proses kawin ini memang berjalan dengan lancar, hanya saja telur yang dihasilkan tidak akan menetas.
Para peneliti mengatakan bahwa penelitian ini menyebabkan populasi nyamuk pada lokasi penyebaran sebelumnya mengalami penurunan sebanyak 80%.
Baca Juga: Mengapa Manusia Bisa Merasa Jika Ada Seseorang yang Menatapnya?
“Kami mendapat banyak pelajaran dalam uji coba ini. Kami juga bersemangat untuk melihat bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan di wilayah lain, di mana nyamuk ini menjadi sebuah ancaman", ucap Kyran Staunton, salah seorang peneliti yang ikut terlibat.
Walaupun dinilai berhasil, para peneliti masih dihadapkan pada sebuah tantangan besar, yakni mengidentifikasi nyamuk jantan dan membesarkan mereka menjadi sebuah "senjata".