Gelombang Panas Tahun Ini Adalah yang Terparah dalam Sejarah

By Mar'atus Syarifah, Selasa, 17 Juli 2018 | 12:58 WIB
Suhu Bumi pada 2012-2016 semakin panas -- ditandai dengan warna merah yang cukup banyak di beberapa (Gita Laras Widyaningrum)

Dunia sedang menorehkan rekor suhu tertingginya tahun ini. Gelombang panas yang panjang dan luas meningkatkan kekhawatiran akan perubahan iklim.

Menurut The World Meteorological Organization (WMO), fenomena gelombang panas ini bertentangan dengan iklim siklus global yang biasa dikenal dengan La Nina yang biasanya dikaitkan dengan pendinginan.

“Enam bulan pertama tahun ini menjadi tahun La Niña paling panas dalam catatan,” kata Clare Nullis dari WMO.

Sebuah stasiun cuaca di Ourargla, Gurun Sahara, Aljazair, mencatat suhu tertinggi di dataran Afrika, yaitu 51,3 derajat celcius pada tanggal 5 Juli. Bahkan, pada malam hari juga tidak terjadi perubahan suhu yang signifikan. Di Quriyat, Oman, suhu pada malam hari di atas 42,6 derajat celcius.

Baca Juga: Mengapa Belum Ada Lagi Manusia yang Mengunjungi Bulan Sejak 1972?

Sebelumnya, suhu terpanas terjadi pada tahun 2016 yang didorong oleh siklus iklim El Nino. Tahun 2017, suhu mencapai tingkat tertingginya tanpa didorong oleh fenomena apapun.

Gelombang panas yang terjadi tahun ini nyatanya membawa dampak besar. Di Rusia utara, terjadi kebakaran hutan yang melahap lebih dari 80.000 hektar hutan di wilayah Krasnoyarsk.

Selain Rusia, di Siberia juga mengalami dampaknya. The Western Siberian Hydromet Center mengeluarkan peringatan badai setelah lima hari berturut-turut suhu melebihi 30 derajat celcius.

Perubahan iklim yang ekstrem ini pada akhirnya memunculkan keresahan. Dikhawatirkan fenomena ini mampu mempercepat pencairan permafrost, kemudian melepaskan metana – gas yang lebih kuat daripada CO2.

Baca Juga: Pikirkan Sejenak, Apakah Kita Sudah 'Dikendalikan' oleh Smartphone?

Dampak terburuk karena perubahan iklim yang dihadapi dunia ada di Jepang. Sejak Jumat (6/7) hingga Sabtu (7/7) hujan lebat melanda Jepang sehingga memicu tanah longsor dan banjir. Curah hujan tercatat naik hingga empat kali dari tingkat normal. Karena bencana ini setidaknya korban meninggal tercatat hingga 200 orang.

Selain di Jepang, Greenland juga sedang menghadapi permasalahan serius. Gunung es setinggi 100 meter sedang hanyut dan mendekati pemukiman di pantai barat. Pencairan gunung es ini dikhawatirkan dapat menyebabkan tsunami dan mengirim banjir luas layaknya di Jepang.

Anggota dewan setempat menghimbau masyarakat untuk segera berpindah ke tempat yang lebih tinggi. Gunung es yang ditemukan kali ini diakui sebagai gunung es terbesar yang pernah dilihat.

Paolo Ruti dari WMO mengatakan, sulit untuk menganggap salah satu peristiwa cuaca sebagai penyebab perubahan iklim. Namun, suhu tinggi yang baru-baru ini terjadi, hujan lebat dan gelombang udara dingin yang bergerak lambat, sejalan dengan perkiraan tentang bagaimana peningkatan emisi akan memengaruhi iklim.