Partikel Radioaktif Fukushima Terdeteksi Pada Wine di Amerika Serikat

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 24 Juli 2018 | 12:27 WIB
Ilustrasi wine. (LightFieldStudios)

Para peneliti Prancis baru-baru ini menemukan fakta bahwa wine di California Utara -- yang diproduksi dekat dengan waktu bencana nuklir di Fukushima, Jepang, pada 2011 – mengandung partikel radioaktif dari peristiwa tersebut.

Bencana nuklir Fukushima dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 9 skala richter dan diikuti tsunami setelahnya.

Akibatnya sangat luas, material radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir terlepas ke laut dan udara. Bahkan, sampai ke pantai Pasifik.

Baca juga: Tak Perlu Diminum, Menghirup Aroma Kopi Juga Bisa Mempertajam Otak

Para peneliti menguji beberapa wine di Napa Valley dari 2009 hingga 2012 untuk melihat apakah mereka mampu mendeteksi partikel radioaktif dari bencana nuklir Fukushima.

Metode yang digunakan, yang melibatkan spektrometri gamma rendah, dikembangkan pada 2011 oleh Philippe Hubert, salah satu ahli farmakologi dalam penelitian ini.

Awalnya, para peneliti tidak menemukan cesium-137, isotop radioaktif, pada wine tersebut. Namun, setelah diuapkan dan diubah menjadi abu, hasilnya menunjukkan bahwa wine itu mengandung partikel radioaktif dua kali lebih banyak dari botol-botol anggur sebelum bencana nuklir.

Meski begitu, jumlah yang terdeteksi masih dalam kategori rendah.

“Kadarnya sangat rendah. Jauh di bawah jumlah radioaktif alami yang berada di seluruh dunia,” ujar Michael Pravikoff, fisikawan eksperimental dari Centre d'Études Nucléaires de Bordeaux-Gradignan.

Baca juga: Penelitian: Radiasi Ponsel Mampu Memengaruhi Kinerja Memori Remaja

Hal yang sama juga disampaikan WHO tentang risiko mengonsumsi makanan setelah bencana nuklir Fukushima.

“Caesium radioaktif dapat dideteksi dengan menggunakan metode yang sangat sensitif. Namun, ini seharusnya tidak memengaruhi makanan yang diproduksi di negara lain. Jumlahnya akan jauh di bawah batas yang dapat diterima manusia dan tidak menimbulkan masalah kesehatan bagi orang-orang yang mengonsumsinya,” papar WHO dalam laman tanya jawab di situs resmi mereka.