Menjadi Pemalas Merupakan Strategi Terbaik Untuk Bertahan Hidup

By Mar'atus Syarifah, Kamis, 23 Agustus 2018 | 15:31 WIB
Benarkah rasa malas memiliki manfaat tersendiri? (SaraBerdon/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Sebagian besar dari kita terbiasa menginterpretasikan sifat malas sebagai sesuatu yang negatif. Kita juga tidak jarang mendengar bagaimana sifat malas mebawa dampak buruk bagi kesehatan. Namun, penelitian kali ini mengungkap bahwa pemilik sifat malas diketahui hidup lebih lama daripada yang giat bertahan hidup.

Sebuah studi komprehensif yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B menunjukkan bahwa kemalasan bisa menjadi strategi jangka panjang yang efektif.

Untuk membuktikannya, peneliti dari University of Kansas menganalisis 299 spesies moluska — bivalvia dan gastropoda — dari Samudra Atlantik. Subjek penelitian yang digunakan mulai dari yang sudah membatu hingga yang masih hidup, dari zaman pertengahan Pliocene hingga saat ini.

Awalnya, peneliti ingin mencari tahu apakah kepunahan spesies dapat terdeteksi dari jumlah serapan energi. Dari keingintahuan tersebut, peneliti menemukan bahwa moluska yang menggunakan lebih banyak energi dalam kehidupan sehari-hari memiliki kemungkinan untuk punah lebih cepat.

Baca Juga: Lapisan Es Paling Tua dan Tebal di Arktika Patah Untuk Pertama Kalinya

"Yang lebih lamban atau malas, menggunakan energi atau makanan yang lebih rendah," kata Bruce Lieberman, seorang profesor ekologi dan biologi.

Selain dari jumlah energi yang dikeluarkan, peneliti menemukan bahwa tingkat metabolisme turut memengaruhi kepunahan.

"Dengan tingkat metabolisme yang lebih tinggi, spesies lebih mungkin untuk punah,” kata Stotz peneliti dari KU's Biodiversity Institute dan Natural History Museum. 

Namun, peneliti mendapatkan temuan baru bahwa tinggi rendahnya metabolisme spesies berhubungan dengan habitat aslinya. Spesies yang berasal dari habitat luas, seperti lautan, memiliki tingkat kepunahan yang lebih lambat meskipun tingkat metabolismenya tinggi.

Baca Juga: 95 Persen Spesies Lemur Di Dunia Sedang Berada di Ambang Kepunahan

Keingintahuan peneliti kemudian berlanjut untuk melihat apakah hasil penemuan mereka juga berlaku untuk spesies lainnya, termasuk manusia. Dari hasil yang telah ditemukan, peneliti yakin bahwa hal tersebut dapat membantu memperkirakan speies mana yang paling berisiko menghilang terlebih dahulu.

Penelitian tersebut mungkin dapat dijadikan alasan yang bagus untuk menerima kemalasan. Namun, menurut peneliti, meskipun penelitian menunjukkan bahwa yang malas dapat bertahan lebih lama, bukan berarti manusia yang malas menjadi yang terkuat.

"Sayangnya terkadang orang-orang malas justru mengkonsumsi sebagian besar sumber daya, ketika pemalas mencoba untuk menahan perubahan terhadap planet, hal tersebut akan menjadi bahaya terbesar yang dihadapi manusia tersebut," kata Lieberman.