Di Desa Trunyan Bali, Mayat-mayat Dibiarkan Membusuk Tanpa Dikubur

By Nesa Alicia, Selasa, 23 Oktober 2018 | 10:44 WIB
(Alona Siurmenko)

Nationalgeographic.co.id - Desa Trunyan di Kecamatan Kintamani, Bali, terkenal dengan proses pemakaman yang dianggap cukup unik. Bagaimana tidak, tubuh manusia yang telah meninggal tidaklah dikubur dan dikremasi sebagaimana mestinya, melainkan dibiarkan terbuka dan membusuk begitu saja. 

Jenazah akan diletakan di tempat pemakaman Seme Wayah. Untuk menuju ke Seme Wayah hanya dapat ditempuh dengan jalur atau atau menyebrangi Danau Batur.

Di sana, pengunjung akan melihat banyak tulang yang berjejer, tebaran uang, hingga barang-barang lain yang akan dibiarkan bersama jenazah tersebut.

Baca Juga : Mengunjungi Air Terjun dan Makam 'Kakek Bodo' di Tretes Jawa Timur

Beberapa jenazah akan dibaringkan dalam sangkar bambu untuk menghindari hewan buas.

Ketika semua sangkar sudah penuh, maka jenazah yang paling lama akan dibuang untuk memberi ruang bagi mayat baru dengan meletakannya di atas tumpukan.

(RibeirodosSantos)

Ketika tubuh mayat sudah hancur akibat panas matahari, tulang-tulangnya akan ditempatkan di sebuah altar di bawah pohon suci.

Menariknya, meski dibiarkan terbuka, tetapi tidak ada bau menyengat yang ditimbulkan dari tubuh jenazah. Hal ini karena adanya sebuah pohon besar dan tinggi yaitu taru menyan. Pohon inilah yang menetralisir bau tidak sedap dari pembusukan tubuh.

Di desa ini, ada tiga tempat pemakaman yang terpisah yaitu, Seme Wajah yang diperuntukan bagi mereka yang meninggal secara wajar, lalu Seme Bantah untuk mereka yang meninggal tidak wajar atau akibat kecelakaan dan Seme Muda untuk bayi, anak kecil, dan yang belum menikah.

Baca Juga : Sokushinbutsu, Kisah Para Biksu Yang Mengubah Dirinya Menjadi Mumi

Hanya laki-laki saja yang diizinkan untuk pergi ke sana dan mengantarkan jenazah setelah ritual persiapan dilakukan -- meliputi pembersihan jenazah dengan air hujan dan membungkusnya dengan kain, tetapi bagian kepala tidak tertutup.

Perempuan Trunyan tidak diperbolehkan untuk mengunjungi tempat pemakaman. Mereka percaya bahwa desa akan terkena gempa bumi atau letusan gunung berapi jika perempuan mendatangi pemakaman tersebut.

Selain itu, mereka yang baru mengunjungi makam tidak boleh langsung masuk ke Pura Pancering Jagat dan harus melalui proses pembersihan dulu.