Lantaran rasa dan aromanya yang khas, kepopuleran kopi segera menyebar dari utara ke Yaman pada abad ke-15. Di sana, biji kopi dikenal dengan nama "Mocha". Tak berselang lama, kenikmatan rasa dan aroma kopi mereka sampai ke Mesir, Persia, dan Turki sebagai "Wine of Araby”. Kedai kopi pun mulai dibuka dengan nama "Schools of the Wise". Tanah Arab juga akhirnya menjadi populer karena kopinya. Pada 1560, kopi merambah Eropa dan segera menjadi populer.
Sekitar satu abad berselang, Belanda memperkenalkan kopi ke Nusantara. Pada 1696, Belanda membawa benih kopi Arabika untuk ditanam di Pulau Jawa. Sayangnya, benih itu gagal tumbuh karena rusak akibat gempa bumi dan banjir.
Barulah 15 tahun kemudian, upaya pemerintah Belanda membuahkan hasil. Kopi Indonesia mulai dilirik dunia. Ketika itu, Bupati Cianjur Aria Wira Tanu mengirimkan sekitar empat kuintal kopi ke Amsterdam. Ekspor kopi tersebut berhasil memecahkan rekor harga saat lelang di sana.
Puncaknya, pada 1726, kopi asal Jawa sebanyak 2.145 ton membanjiri Eropa. Kopi Mocha asal Yaman yang kala itu mendominasi pasar akhirnya tersingkir. Momen tersebut menandai puncak keemasan kopi asal Jawa di Eropa, yang sejak itu populer dengan sebutan Java Coffee.
Dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan, Belanda kemudian memperluas daerah penanaman kopi di Indonesia. Tak hanya itu, mereka juga mengembangkan benih kopi Robusta untuk menyiasati serangan jamur Hemileia vastatrix atau hama karat daun pada 1880. Robusta yang merupakan jenis kopi asal Kongo dipilih karena dianggap lebih kuat dan tahan hama.