Bagi banyak pengungsi, milaya adalah satu-satunya yang tersisa dari kampung halaman—dan cara untuk menambah penghasilan.
Rose Jaun, 38, mengerahkan wanita di Bidibidi untuk menjahit dan menjual milaya. “Ini memberi kami waktu untuk mengobrol, berbagi pikiran, sekaligus mendapatkan penghasilan,” ujarnya kepada Lorek. Enam puluh wanita bisa menghasilkan dua milaya dalam sepekan, hingga kelangkaan kain menghambat mereka.
Setelah gagalnya upaya dari kedua pihak untuk menegakkan perdamaian, harapan untuk pulang semakin pupus.
Salah seorang ibu berkata kepada Lorek, “Kami tinggal sendiri di sini karena tanpa perdamaian, kami tidak mungkin pulang.”
Fotografer: Nora Lorek
Penulis: Nina Strochlic
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR