Nationalgeographic.co.id— “Sering dikatakan para ahli,” ungkap Azyumardi Azra, “Indonesia merupakan kawasan Muslim yang paling kurang mengalami Arabisasi.”
Azra melanjutkan, kawasan Timur Tengah memiliki corak budaya dan sejarah yang berbeda dengan di Indonesia. Islam di Indonesia pun memiliki pengalaman berbeda dengan pengalaman Islam di Timur Tengah, Asia Selatan, atau Anak Benua India. Sederet kawasan tersebut, menurut hemat Azra, mengalami penundukan politik oleh kuasa militer Muslim dari Arabia. Sementara, Islam tersiar ke pelosok Nusantara lewat penyebaran secara damai.
“Proses semacam ini,” ungkapnya, “memberikan warna cukup khas bagi Islam di Indonesia, yakni Islam yang akomodatif dan inklusif.” Proses inilah yang pada akhirnya melahirkan Islam Nusantara atau Islam Asia Tenggara yang mapan sejak akhir abad ke-16, demikian ungkap Azra.
“Agama itu menjadi faktor pemersatu penting dalam keragaman suku,” ujar Azra. Orang Islam di Aceh merasa bersaudara dengan orang Islam di Jawa atau orang Islam di Bugis karena seiman. Begitu juga alasan mengapa orang Kristen di Tapanuli merasa dekat dengan Kristen di Minahasa, atau dengan Kristen di Ambon. “Dari segi budaya sama sekali berbeda, tetapi memiliki solidaritas yang ikatannya agama.”
Baca juga: Menghargai Keberagaman Membawa Dampak Positif Bagi Kita
Azyumardi Azra tidak pernah berhenti untuk mencoba mengatasi kesalahpahaman masyarakat tentang radikalisme dan ekstrimisme. Ia pun mengedepankan toleransi beragama untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Buah pemikirannya dinilai sangat penting terutama bagi bangsa Indonesia yang sangat heterogen.
Azyumardi Azra merupakan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Guru Besar Kehormatan University of Melbourne. Sebagian aktivitasnya tercurah sebagai anggota Akademi ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Dewan Riset Nasional. Selain itu, Azra juga menjabat sebagai pemimpin redaksi berbagai jurnal nasional dan internasional yang berkaitan dengan studi agama dan kemanusiaan. Azra mendapatkan gelar Commander of the Most Excellent Order of British Empire dari Ratu Elizabeth pada 2010. Penghargaan tersebut menjadikan Azra sebagai orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar “Sir”.
Baca juga: Kerap Alami Perang Antaragama dan Etnis, Anak-anak Pakistan Diajarkan Toleransi Lewat Boneka
Azra juga mengemukakan pendapatnya bahwa pengembangan konsep kerukunan antarumat beragama memerlukan beberapa prasyarat penting, sebagian adalah menghilangkan kecurigaan dan ketakutan. “Mungkin ini yang orang lupa, agama dianggap pemecah belah, padahal pemersatu budaya yang beraneka ragam.” Kemudian, di bagian akhir ceramahnya Azra mengatakan, “Saya tidak pesimis, kita akan bersatu dengan paham agama yang moderat.”
Penulis | : | 1 |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR