Nationalgeographic.co.id—“Seni botani sudah eksis di Indonesia sejak lebih dari dua abad yang lalu,” kata Jenny A. Kartawinata, Pendiri Indonesian Society of Botanical Artist. Dia menambahkan bahwa kajian seni ilustrasi botani mulai diperkenalkan di Hindia Belanda pada 1817. Semenjak saat itu kajian ini mulai tumbuh dan berkembang.
Jenny menungkapkan dalam siaran daring saat membuka Pameran Kolaborasi Seruang Karya, yang digelar di The Salimar Boutique Hotel, Malang. Pameran ini menampilkan sejumlah karya dari 40 seniman botani dalam naungan Indonesian Society of Botanical Artist (IDSBA). Publik dapat menyaksikan karya-karya mereka selama hampir sebulan, 21 April – 18 Mei 2021.
Pada 1816, Raja Belanda Willem I mengutus seorang guru besar ilmu kedokteran bernama Caspar Georg Carl Reinwardt (1773–1854) untuk mengepalai sebuah kebun botani yang akan dibangun di Hindia Belanda. “Kebun botani itu terletak di Buitenzorg, yang sekarang disebut kota Bogor, Jawa Barat,” ujarnya. “Kebun botani itu diberi nama ‘s Lands Plantentuin Buitenzorg atau Kebun Botani Negara di Buitenzorg.”
Baca Juga: Kelindan Seni dan Sains dalam Mukjizat Kebinekaan Flora Indonesia
Sejatinya kebun botani itu merupakan bagian taman istana gubernur jenderal. Istana itu mulai dibangun sekitar seabad sebelumnya. Gubernur-gubernur jenderal biasa menggunakan istana itu sebagai kediamannya atau sekadar tempat bertetirah. Di kebun istana inilah akan ditanam contoh tetumbuhan bermanfaat dari seluruh pelosok Hindia Belanda, kata Jenny.
Raja Willem I telah menyediakan dua orang seniman lukis atau ilustrator botani yang akan mendukung Reinwardt menunaikan tugas-tugasnya. Namun, mereka tidak lama di Hindia Belanda karena keterbatasan dana pemerintah.
“Maklum, di Hindia Belanda banyak pecah pemberontakan dan wabah penyakit yang memerlukan biaya amat besar,” ujarnya. “Sedangkan di Eropa sendiri, Kerajaan Belanda sedang banyak berperang juga.”
“Apa sebenarnya yang digambar oleh para ilustrator itu?” ungkap Jenny. Mereka menerakan aspek visual dari tumbuhan secara amat tepat, detail, cermat, terukur, alami, ilmiah. Aspek visual ini dapat dijadikan tolok ukur untuk membedakan satu spesies tumbuhan dari yang lain.
“Nah, rumit sekali kedengarannya,” ujarnya. “Memang demikian, karena kemampuan otak manusia merekam semua itu ternyata terbatas.”
Baca Juga: Karya-karya Seni Ini Menampilkan Keindahan Botani dan Zoologi Bumi
Gambar ilustrasi dibuat dalam gambar garis dengan pena dan tinta, lazimnya dalam ukuran sebenarnya. Jenny mengatakan pentingnya uraian pengungkapan tentang karakter-karakter sejenis tumbuhan itu perlu dicatat akurat dalam bentuk narasi dan visual. Tentu, aspek narasi dan visual itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Setelah kepergian para ilustrator Belanda, kegiatan menggambar botani tetap berlangsung. Sejumlah nama Bumiputra muncul sebagai ilustrator yang piawai. Raden Natadipoera, Mas Soemawinata, Mas Kromohardjo, Mas Mangoendimedjo, Mas Samadi, Mas Joedo, Mas Risman, Mas Ranoewidjojo, Tirtakoesoema, Sosrowikromo, dan Djaiaatmadja.
Karya-karya mereka merupakan bagian visual dari karya-karya ilmiah para peneliti botani Eropa yang berkegiatan di Hindia Belanda. Sebagian besar ilustrator Hindia Belanda itu, selain berfungsi sebagai ilustrator juga sebagai litografer. Karya-karya ilustrasi dan litografi mereka setara dengan karya para ilustrator dan litografer Eropa pada periode 1830-1930-an.
“Karya-karya mereka menghiasi terbitan karya akbar ilmiah kajian botani Hindia Belanda yang dikenal dengan sebutan botani tropis,” ujar Jenny.
Baca Juga: Decak Keindahan Flora Melalui Seni Lukis Botani
Karena pentingnya ilustrasi botani, pada 1878 didirikan Fotografisch Atelier en Tekeninrichting (Atelier Fotografi dan Tata Laksana Menggambar) di kebun botani Buitenzorg. Selain itu kebun botani ini juga memiliki Lithografi Afdeeling & Drukpers (Bagian Litografi dan Percetakan), yang pada 1932 dipindahkan ke Batavia.
Setelah lahirnya Republik Indonesia, bukan perkara mudah untuk memulai sebagai tuan rumah—termasuk mengawaki kajian botani tropis. Menurut Jenny, peneliti botani Indonesia yang khusus mendalami botani taksonomi tercatat nihil pada 1945-1959. “Apakah kegiatan menggambar ilustrasi botani terhenti?” ujarnya. “Tidak terhenti walaupun melambat.”
Jenny mengungkapkan nama-nama ilustrator yang bermunculan pada periode itu antara lain Amir Hamzah, Muhamad Toha, Sukirno, Damhuri, dan Mohamad Anwar.
“Tentu kita bertanya-tanya,” ujarnya, “dari siapa dari mana mereka belajar menggambar botani?”
Sejauh ini Jenny belum dapat menemukan bagaimana mereka mendapatkan ilmu seni ilustrasi botani. Namun, tampaknya mereka belajar secara otodidak. Mereka “piawai karena berlatih sendiri selama menunaikan tugasnya sebagai ilustrator.”
Baca Juga: Amorphophallus titanum, Si Bunga Bangkai Raksasa yang Terancam Punah
Saat si peneliti botani memesan gambar kepada ilustrator, dia akan membekali ilustrator dengan spesimen tumbuhan yang harus digambarnya. Apabila ada aspek visual yang keliru, si peneliti langsung akan mengkoreksinya.
Jenny mengungkapkan tampaknya terdapat persepsi yang berbeda tentang gambar ilustrasi botani menurut komunitas ilmiah botani dan masyarakat awam. Banyak orang mempersepsikan bahwa segala gambar tetumbuhan berupa bunga, buah, karangan bunga yang diekspresikan dalam tata warna elok cat merupakan seni botani.
Namun, sambung Jenny, “pada kenyataannya, gambar-gambar itu tidak cukup memenuhi kriteria sebuah ungkapan visual botani secara ilmiah.” Dia menambahkan, “Ilustrasi botani yang ilmiah memang tidak sempat dikenal populer oleh masyarakat luas. Hanya edar sebatas dalam komunitas ilmiah botani. “
Sekitar dekade 1980-an hingga 1990-an, Jenny menyaksikan hotel-hotel berbintang di Jakarta beberapa kali menggelar pameran lukisan botani karya para ilustrator Herbarium Bogoriense: Sukirno, Damhuri, dan M. Anwar.
Dia mengatakan bahwa sosok yan berperan penting di balik terselenggaranya pameran itu adalah Almarhum Joop Ave, budayawan dan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan pada masa itu. Masih sedikit warga Jakarta yang berminat pada pameran ini. Peminat pamerannya sebatas para ekspatriat, wisatawan, tamu hotel, dan para elite Kota Jakarta. “Jadi dapat dimengerti jika lukisan botani dari Indonesia itu lebih mungkin dijumpai di luar negeri daripada di Indonesia sendiri,” ujarnya.
Jenny mengatakan bahwa terdapat kesenjangan pemahaman masyarakat antara ilustrasi botani dan seni feminin. Perkara yang menyebabkan kesenjangan itu adalah pendidikan. “Sistem pendidikan Indonesia masih banyak mengikuti sistem pendidikan kolonial Belanda dulu,” ujarnya, “memisahkan secara tegas antara sains dan seni. Yang menjadi domain sains itu tanpa seni—dan sebaliknya.”
Baca Juga: Riwayat Obelisk Termegah di Permakaman Kebun Raya Bogor
Bagaimana perkembangan seni ilustrasi botani di Indonesia kini? Selama dua dekade pertama abad ini tampaknya seni ilustrasi botani kian membumi. Mereka bukan hanya ilustrator botani yang bekerja di lembaga penelitian, tetapi juga warga biasa yang menggemari perpaduan sains dan seni dalam seni botani.
Salah satu tengara minat masyarakat pada seni botani Tanah Air adalah berdirinya Asosiasi Seniman Botani Indonesia (Indonesian Society for Botanical Artists, IDSBA) pada 2017. Perkembangan akses pendidikan dan ilmu pengetahuan telah mendorong semua pihak berbesar hati untuk menyatakan bahwa tidak ada lagi batas seni dan sains. “Seni adalah sains, sains adalah seni,” ujar Jenny.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR