Nationalgeographic.co.id—Kita memang telah tenggelam dalam sampah plastik. Setiap tahunnya Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik dan 9 persennya—atau sekitar 620 ribu ton—mencemari sungai, danau, dan laut. Indonesia juga disebut sebagai negara yang menyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Tidak hanya merugikan lingkungan, sampah juga menyebabkan bencana yang merenggut nyawa lebih dari 157 jiwa di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat pada 2005.
Kita memiliki tantangan. Indonesia memiliki target pengurangan sampah pada 2025 sebesar 30 persen. Selain itu juga pengurangan sampah plastik kelaut sebesar 70 persen pada 2025.
Bagaimana tata kelola persampahan di Indonesia, sinkronisasi dan integrasi dari berbagai aspek peraturan, kelembagaan, teknis operasional, pembiayaan, dan partisipasi masyarakat?
Partisipasi masyarakat tidak lepas dari peran anak muda. Berdasarkan data Badab Pusat Statistik pada 2020, Indonesia didominasi oleh Gen Z dan Generasi Millenial. Generasi ini bisa menentukan arah perubahan lingkungan di Indonesia dalam 10 –15 tahun mendatang.
Menurut penelitian Cambridge International, pelajarIndonesia menganggap polusi (termasuk sampah plastik) sebagai isu terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Sebesar 93 persen generasi muda di Indonesia sangat bersemangat menangani isu lingkungan dan mereka ingin melakukan berbagai tindakan nyata.
Baca Juga: Konsep Ekonomi Biru: Solusi Ramah Lingkungan di Laut dan Laju Industri
Kita berpeluang membangun pendekatan ekonomi sirkular yang mampu mengurangi jumlah sampah plastik dengan menggunakan kembali maupun mendaur ulang plastik pascakonsumsi menjadi bahan baku untuk dibuat produk baru.
Kita juga berpeluang melibatkan lebih banyak partisipasi masyarakat terutama dari anak muda yang sudah teredukasi mengenai isu sampah plastik dan punya keinginan untuk bertindak secara nyata dalam mengurangi jumlah sampah plastik
Ekonomi sirkular tidak hanya solusi bagi permasalahan sampah di Indonesia, tetapi juga memberikan mata pencaharian bagi mereka yang menjadi bagian dari rantai nilai daur ulang. Saat ini lebih dari lima juta orang di Indonesia bisa terlibat dalam hal ini.
Kita memiliki peluang menghancurkan bumi, tetapi kita juga memiliki peluang untuk melestarikannya. Permasalahan dari sampah yang menumpuk, kualitas udara yang terus menurun, hingga perubahan iklim merupakan akibat dari pola kehidupan kita. Sebuah penelitian dalam European Journal of Social Psychology, untuk mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang dibutuhkan waktu selama 21 hari.
Bersamaan dengan momen memperingati Hari Bumi, @natgeoindonesia melalui gerakan @sayapilihbumi bersama @sehataqua ingin mengajak Sahabat untuk ikut berkontribusi dengan mengikuti tantangan #21HariLindungiAlam pada 22 April - 12 Mei 2021.
Untuk menjaga keseimbangan alam perlu adanya kesadaran diri dan bertindak secara nyata untuk berkontribusi dalam menciptakan peluang bagi Bumi yang bernapas kembali.
Mari saling menginspirasi dan raih kesempatan mendapatkan hadiah utama total Rp9.000.000 untuk tiga pemenang, serta akan ada hadiah mingguan berupa uang elektronik Rp150.000 dan bingkisan masing-masing untuk tujuh orang di setiap minggunya.
Mari ikuti tantangan #21HariLindungiAlam melalui bit.ly/21HariLindungiAlam
#NatGeoIndonesia #sayapilihbumi #bijakberplastik
Baca Juga: Inspirasi Bijak dari Pulau Dewata untuk Kebaikan Lingkungan
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR