Teman-temannya menganggap pengalamannya harus ia tuliskan. Dari situlah Ancha mulai mengumpulkan kisah-kisah tentang menjadi pengguna kereta di blog pribadinya. Blog Catatan Roker itu berisi tips mengenali jenis kereta, membeli tiket, sampai persiapan fisik dan mental calon pengguna sebelum menjajal moda transportasi tersebut. Sebuah penerbit independen pun tertarik dengan cerita-ceritanya lalu mengundangnya menjadi bagian dari penulis antologi kumpulan kisah penumpang kereta api berjudul sama dengan blognya.
Siti Sarah juga menjadi pengguna rutin kereta komuter dari Bogor sejak 2011, setelah ia bekerja di sebuah apartemen mewah di kawasan Karet. Sebagai pengguna kereta, ia termasuk yang bisa tidur sambil berdiri. Kereta komuter yang ia tumpangi selalu penuh dengan karyawan kantoran yang membawa ransel-ransel besar dan membuat aktivitas yang seharusnya sepele, seperti berdiri, jadi sulit dilakukan. Kaki sampai bisa tak menjejak di lantai. Berjinjit adalah cara yang dilakukan untuk menyeimbangkan badan dari guncangan akibat gerakan kereta. Bahkan, banyak orang tak berpegangan di tali pegangan, hanya bersandar pada tubuh penumpang lain di depan atau belakangnya.
“Dulu kereta citranya angkutan menengah ke bawah, tapi sekarang menengah ke atas pun naik kereta,” kata dia.
Terbatasnya tempat duduk dan ruang di kereta ternyata memunculkan nilai-nilai sosial tersendiri. Pengguna kereta ekonomi sampai bergantian duduk untuk menyiasati beratnya perjalanan. Mendengar cerita itu, saya baru paham, kenapa saya diberi tempat duduk.
Sekitar 45 menit kemudian, kereta yang saya tumpangi dari Depok berhenti di Stasiun Sudirman, tempat sebagian besar pengguna turun dan menuju kantor mereka. Di depan pintu keluar stasiun, deretan bus-sedang trayek 19 kosong sudah menunggu untuk membawa para karyawan ini menuju kantor mereka di sepanjang koridor Jalan Jenderal Sudirman.
!break!
Wacana penghapusan layanan KRL ekonomi sempat membuat penumpang panik. Aksi demo menentang penghapusan layanan itu pun melumpuhkan jalur kereta Jakarta-Bekasi selama 3 jam pada 25 Maret lalu.
Kepala Subdirektorat Angkutan, Direktorat Lalulintas dan Kereta Api, Robinson, dalam sebuah diskusi soal penghapusan KRL Ekonomi mencoba meluruskan isu tersebut. Pemerintah, menurut dia, tak berencana menghapus KRL ekonomi. Layanan itu tetap akan ada. Namun, gerbong kereta ekonomi non-AC yang ada sekarang sudah sering mengalami gangguan. “Spare part-nya sudah susah, yang mau dikanibal untuk mengganti spare part yang rusak juga sudah susah, mau habis.”
Direktur PT KAI Commuter Line Tri Handoyo menjelaskan, isunya sekarang bukan penghapusan KRL ekonomi, melainkan menghentikan kereta yang sudah tak layak lagi. Menurutnya, keuntungan dari bisnis kereta sangat tipis, dan hanya bisa hidup dari subsidi. Sistem jaringan kereta Jepang, JR East, dengan infrastruktur yang lengkap serta suplai penumpang yang tak kurang-kurang saja rata-rata untungnya hanya 4,7%. Sistem kereta Prancis juga hanya mendapat 38% pemasukan dari tiket. “Sisanya, subsidi,” ujar Tri.
Namun, Ketua Koordinator KRL Mania Nur Cahyo bilang, pengumuman tiba-tiba akan penerusan layanan KRL ekonomi ini seperti solusi instan setelah muncul kemarahan masyarakat dan menjadi isu nasional. “Kenapa tidak dari awal bilang akan ada tarif baru? Juni tinggal sebentar lagi dan kita baru tahu ada wacana ini.”
Tak banyak kelompok pengguna angkutan umum yang bisa menjadi cukup kuat seperti halnya KRL Mania. Setiap ada kebijakan soal perkeretaapian Jabodetabek, mereka punya akses ke Kementerian Perhubungan, sampai DPR, untuk menyampaikan keberatan tersebut. Bahkan, mereka pernah diundang untuk ikut mengkritisi kebijakan perkeretaapian oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat.
“Kita peduli karena kita butuh. Kalau ada kebijakan yang tidak berpihak, harus dikritisi,” Nur Cahyo mengatakan. Ia setiap hari menjalani rute komuter Depok-Cawang.
Kereta adalah bagian pertama dari tiga tulang punggung transportasi manusia ke Jakarta dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. MTI memperkirakan ada 40 juta perjalanan per hari di Jabodetabek. Survei yang diadakan JICA dan jadi acuan Kementerian Perhubungan mencatat malah ada 53 juta perjalanan di Jabodetabek setiap harinya.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR