Dalam setahun, kebakaran hutan, lahan gambut, dan pembakaran hutan untuk dijadikan lahan pertanian telah membunuh sekitar 339 ribu orang di seluruh dunia. Sebagian besar korban jatuh di Afrika, khususnya sub-Sahara. Di kawasan tersebut, diperkirakan sekitar 157 ribu orang tewas per tahun akibat kebakaran itu. Adapun Asia Tenggara ada di peringkat kedua dengan 110 ribu kematian.
“Kami sangat terkejut melihat hasil studi kami yang menunjukkan korban sangat banyak yang berjatuhan jika mengingat orang tidak sering terkena imbas kebakaran hutan,” kata Fay Johnston, ketua tim peneliti dari University of Tasmania. “Di Asia Tenggara dan Afrika, di mana kebakaran hutan sudah menjadi fenomena musiman, kasus kebakaran pun tidak terjadi sepanjang tahun,” ucapnya.
Dalam memantau kebakaran hutan di seluruh dunia, peneliti menggunakan data satelit dan pemodelan kimia untuk mengetahui dampak kesehatan akibat asap dan partikel yang berukuran di bawah 2,5 mikrometer, polusi yang umum dihasilkan oleh kebakaran hutan. Meski jumlah kematian akibat kebakaran hutan yang mereka temukan itu jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya, tetapi mereka tetap menyimpulkan bahwa kebakaran hutan juga merupakan kontributor penting bagi kematian global.
Ironisnya, ke depan, kebakaran akan menjadi lebih parah. Mike Flannigan, peneliti dari University of Alberta yang juga merupakan ilmuwan dari lembaga Natural Resources Canada, melakukan penelitian untuk memprediksi seburuk apa kebakaran akan terjadi di tahun 2081 sampai 2090 mendatang.
Menggunakan variabel ‘cumulative daily severity rating’ yang ia buat, Flannigan memprediksi aktivitas api akan meningkat di sebagian besar Bumi, khususnya di belahan utara dengan peningkatan hingga dua sampai tiga kali lipat. Artinya, akan ada peningkatan aktivitas api secara signifikan di akhir abad ini, di saat temperatur global juga beranjak memanas.
“Cuaca ekstrim mendorong aktivitas api, dan kemungkinan akan ada banyak cuaca ekstrim di masa depan. Saat itu terjadi, semua akan menjadi semakin buruk dan mencapai titik di mana semuanya tak lagi bisa kita kontrol,” ucap Flannigan.
Saat ini saja, dalam setahun, sekitar 350 sampai 450 juta hektar hutan terbakar atau dibakar. Sebagai gambaran, kawasan itu hampir sama luas dengan negara India dan dibutuhkan anggaran triliunan rupiah untuk mengatasi dan menanggulanginya. Orang yang tinggal di dekat kawasan hutan diminta bersiap-siap untuk segera dievakuasi.
Di sisi lain, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah pencegahan, edukasi, pembuatan kawasan larangan pembakaran, bahkan menerapkan hukuman yang tegas bagi pelanggar.
“Intinya, kita akan melihat lebih banyak api di masa depan. Dan dunia yang lebih hangat sangat cocok bagi api untuk menyala-nyala,” ucapnya. Penelitian yang dilakukan terhadap dampak dan tren kebakaran hutan ini sendiri telah dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives. (Sumber: Agence France-Presse)
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR