Sampai saat ini, pihak berwenang Peru masih terus berupaya mengungkap penyebab di balik matinya ratusan ekor lumba-lumba di sepanjang pantai negeri itu, selama 2,5 bulan terakhir. Dikutip dari Associated Press, Gabriel Quijandria, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Peru akhir pekan lalu menyebutkan, penelitian memang belum tuntas, namun pihaknya berharap riset mereka atas penyebab kematian tak wajar tersebut akan selesai pekan depan.
“Sebanyak 877 bangkai lumba-lumba ditemukan antara Februari sampai pertengahan April ini di pantai-pantai utara Peru,” kata Quijandria. “Sekitar 90 persen di antaranya merupakan long-beaked dolphins (Delphinus capensis) atau spesies lumba-lumba biasa, dan sisanya adalah Burmeister's Porpoise (Phocoena spinipinnis) atau sejenis lumba-lumba khas pesisir Amerika Selatan,” ucapnya.
Hipotesis yang paling memungkinkan, kata Quijandria, adalah infeksi virus. “Sebelum ini, pernah ada artikel ilmiah terkait morbillivirus, sejenis virus pengganggu kesehatan hewan-hewan berkulit keras di Peru. Hipotesis ini akan terbukti kebenarannya pekan depan,” ucapnya.
Meski di kawasan utara Peru terdapat eksplorasi minyak menggunakan metode seismik, Quijandria menyebutkan, pihaknya tidak yakin bahwa kematian para lumba-lumba itu ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan oleh BPZ Energy. Perusahaan asal Houston, Amerika Serikat, ini melakukan kegiatan pada 8 Februari sampai 8 April 2012.
Namun, Orca, kelompok pemerhati lingkungan asal Peru menyebutkan, penelitian seismik yang menembakkan udara yang dipadatkan ke dasar laut itu menghasilkan gelombang suara yang berpotensi dapat membunuh lumba-lumba. “Sejauh ini, belum ada bukti adanya hubungan antara kematian lumba-lumba dengan pekerjaan seismik tersebut,” kata Quijandria..
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR