Berawal dari kegiatan yang dilakukan Chris Darling, profesor dari University of Toronto, Canada, menjilat ulat Calindoea trifascialis kala tahun 1998. Saat itu, Darling langsung merasakan dampaknya: lidah mati rasa.
Penjilatan itu digambarkannya ibarat merasakan buah, di mana Anda menjulurkan lidah dan sentuh sedikit ke lidah. Tidak ada rasa, demikian dikatakan Darling, hanya saja lidah jadi kebas.
Darling dan mahasiswanya bertanggung jawab mensekresi cairan unik dari kelenjar ulat tersebut. Namun, dari pada melakukan uji coba di laboratorium untuk memastikan komposisi cairan itu, mereka memutuskan melakukan studi sendiri dengan menjilatnya.
Rasa kebas namun tidak berbahaya yang ia rasakan menunjukkan bahwa ulat tersebut melawan balik calon predatornya dengan semacam "cairan pertahanan". Untuk memastikan adanya reaksi yang sama, ia meminta dua mahasiswanya melakukan hal sama: menjilat si ulat.
Darling kemudian mengindentifikasi cairan tersebut sebagai percampuran dari hidrokarbon dan hidrogen sianida, racun yang menyelimuti bagian tubuh si ulat. Hasil penelitian ini kemudian diterbitkan Darling dan Kim Humphreys, salah satu mantan mahasiswanya, dalam jurnal Biology Letters.
Meloncat tak tentu arah
Ulat yang meloncat merupakan salah satu peristiwa langka. Selama ini perilaku meloncat tersebut diperkirakan para pakar sebagai usaha larva Calindoea trifascialis menghindari panas.
Sebab, habitat mereka di Vietnam bisa mencapai suhu 35 derajat Celcius. Itu bisa menyebabkan masalah bagi ulat yang hidupnya terikat dengan tanah.
Lucunya, dalam waktu satu menit, ulat-ulat ini bisa meloncat lusinan kali untuk mencari tempat berteduh. Namun, mereka tidak tahu arah mana yang dituju. Ini lantaran para ulat tersebut meloncat lengkap dengan semacam tenda di punggungnya.
Tenda yang berasal saat mereka menetas. Di mana ulat muda itu menggunakan giginya untuk membuat lubang di daun dan menutupi bagian kepala. Tenda ini ternyata penuh dengan aroma kimia beracun yang melindungi si ulat dari predator macam semut.
"Bisa Anda bayangkan jika Anda berada dalam ruang bau dan tertutup macam ini. Ketika [semut] mencoba masuk dalam tenda itu, mereka lumpuh, pingsan," ujar Darling.
Biomekanik ulat melompat
Namun demikian, tenda ini juga memberi halangan bagi si ulat. Ia jadi sulit bernavigasi dengan efektif dan menguras tenaga. Menurut Darling, dengan demikian loncatan yang dilakukan si ulat haruslah dilakukan dengan kekuatan tertentu yang bisa mengangkat tubuh dan daun pembentuk tenda sekaligus.
Uniknya lagi, si ulat meloncat mundur dengan kepala yang mengarah kebalikan dari arah yang dituju. Maka langkah selanjutnya dari penelitian Darling adalah mengetahui bagaimana biomekanik dari loncatan si ulat.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR