Muhamad Asri, Rizki, Yusuf dan tiga temannya datang bagaikan gelombang. Mendendangkan lagu Indonesia Raya yang terputus-putus, suara mereka membelah keheningan hutan mangrove. Keceriaan mereka menandai kehidupan kembali bangkit usai hujan mengguyur Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Rumah mereka rupanya tak jauh dari Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan. Mereka cukup berjalan kaki buat menyambangi kawasan ini. “Hanya lima belas sampai duapuluh menit,” tutur Rizki. Celoteh anak-anak kelas IV ini—dua yang lain mengaku tak sekolah—seperti beo, saling menimpali.
Melewati gundukan-gundukan tanah yang dinaungi pepohonan, Asri menunjukkan seekor kepiting batu. Warnanya yang seperti tanah kecoklatan menyamarkan sang kepiting. “Itu rumah kepiting batu,” jelasnya.
Gundukan tanah lumpur itu bisa setinggi satu meter dengan lusinan lubang kepiting. Di dasar gundukan, berdiam udang lumpur yang menggangsir tanah dan berkubang air.
Selayang pandang mereka seperti mendaftar secuil kehidupan mangrove.
Hutan ini tumbuh di wilayah persimpangan laut dan daratan. Inilah hutan amfibi yang menempati zona lumpur dengan kadar garam yang bakal membunuh tanaman biasa dalam beberapa jam.
Kawasan ini menyajikan panggung bagi semua kehidupan itu. Burung cekakak sungai (Todirhamphus chloris) melengking-lengking. Keong-keong mencengkeram akar. Sekawanan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bertingkah serampangan.
Di manapun hutan ini tumbuh, komunitas mangrove berbagi satu kemiripan: mereka beradaptasi secara canggih. Mereka memiliki sistem akar nan rumit untuk bertahan di zona pasang surut: bernapas sekaligus menopang pokok pohon.
Akar pohon yang kokoh dan saling terkelindan ruwet mampu menjaring partikel tanah yang datang dari daratan. Dari arah laut, pukulan gelombang akan diredam dan dilumpuhkan. Air asin yang menyusup di bawah tanah juga akan ditahan kawanan mangrove.
“Yang sulit mempertahankan,” tutur Walikota Tarakan Udin Hianggio. Seusai hujan deras, Walikota Tarakan Udin Hianggio bersama Field Manager Tarakan Pertamina EP Rahmad Wibowo menjelajahi hutan mangrove
Datang berombongan, Udin Hianggio dan Rahmad Wibowo hari itu menanam bibit mangrove di KKMB. Hujan yang deras membuat tanah di hutan mangrove itu melumpur. Tanpa canggung, dengan tangan telanjang Udin Hianggio dan Rahmad Wibowo membuat lubang dan menanam bibit.
Pemerintah kota, terang Udin Hianggio, berupaya maksimal agar hutan mangrove di Kota Tarakan tetap bertahan. “Tak hanya di KKMB, tapi juga membebaskan tanah 5 hektare di Bun Panjang. Ini upaya pemerintah kota agar hutan mangrove lestari,” terang Udin Hianggio.
Tak hanya itu, pemerintah Kota Tarakan juga membebaskan tanah 100 hektare yang dikuasai masyarakat di Mamburungan. “Ini upaya-upaya kami dan mempersembahkan untuk generasi penerus. Anak cucu kita ke depan.”
Mangrove yang lestari, Udin Hianggio memaparkan, diharapkan bisa mempertahankan hasil udang yang bagus. Udang ini merupakan salah satu komoditas andalan Tarakan yang diekspor ke luar negeri. Hutan mangrove yang sehat menyediakan tempat berpijah dan membesarkan larva-larva udang dan biota perairan lain. Jasa lingkungan mangrove itulah yang ingin dilestarikan di pulau penghasil minyak ini.
“Komitmen kita, semula Kawasan Konservasi ini hanya 9 hektare, sekarang menjadi 22 hektare. Ada 13 hektare tanah yang dibebaskan dan ditanami mangrove,” lanjut Walikota.
Jumlah bekantan dari enam ekor menjadi 32 ekor, menurutnya, adalah hal yang positif. “Jadi kita jaga terus. Dan mudah-mudahan yang dilakukan Pertamina EP bisa mendorong perusahaan lain melakukan hal yang sama.”
Lima ratus bibit mangrove ditanam Pertamina EP Tarakan di sejumlah tempat untuk melestarikan hutan yang membentengi daratan itu. Sekitar 50 bibit ditanam di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan, 450 bibit sisanya disebar di berbagai lokasi.
Sebelumnya, pada program konservasi kenaekaragaman hayati 2012 Pertamina EP membangun tempat makan bekantan dan tempat persemaian mangrove. Di sekitar bantaran Sungai Pamusian, Bun Panjang, Pertamina EP juga menggelar rehabilitasi hutan dan lahan konservasi. Sekitar 15 ribu lebih bibit mangrove telah ditanam untuk memulihkan lahan yang semula berupa tambak. Bersama masyarakat sekitar dilakukan penanaman, pemeliharaan dan pengawasan pohon mangrove.
Kepala Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Kota Tarakan Budi Setiawan menuturkan mangrove Sungai Pamusian kelak bakal dijadikan hutan wisata. Areal ini dibebaskan pemerintah kota, yang lantas ditanami pohon-pohon mangrove. Hutan mangrove Bun Panjang bersebelahan dengan hamparan tambak disela sebuah kanal.
Pepohonan bakau yang telah dewasa tumbuh rimbun, sementara tanaman hasil penyulaman masih kecil-kecil. Sisa-sisa mangrove alami masih terlihat di sejumlah titik: tinggi, besar, dan rimbun.
“Kita punya komitmen melaksanakan CSR (corporate social responsibility) dengan sungguh-sungguh,” jelas Rahmad Wibowo, “harapannya, hutan mangrove tetap abadi yang membuat ekosistem daratan tidak terkikis.”
Kiprah itu untuk membuktikan kepada para pihak, pemerintah kota dan masyarakat Tarakan bahwa Pertamina EP tak hanya mengambil hasil bumi. “Tapi kita juga melaksanakan CSR, menjaga lingkungan dan bermitra dengan masyarakat,” paparnya.
Kerjasama dengan masyarakat untuk mendayagunakan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Menurut Rahmad Wibowo di Tarakan banyak sumberdaya yang belum dipahami manfaatnya. “Seperti sampah yang bisa didaur ulang dan dimanfaatkan kembali. Sekarang telah ada perkumpulan daur ulang sampah,” imbuhnya.
Berbagai ikhtiar tersebut untuk menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tak sekadar pelesiran, pada hutan kota, warga Tarakan bisa merunut kembali mangrove beserta isinya yang dulu pernah merajai pesisir bumi Paguntaka atau kampung kita.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR