"Selain lingkup kawasan masih terbatas, ranger juga mengalami kendala karena dukungan sumberdaya termasuk dana dan peralatan. Sejauh ini, FFI Aceh yang memfasilitasi kebutuhan patroli. Tapi kedepan, laiknya pemerintah, terutama instansi penegak hukum serta balai konservasi sumberdaya alam, perlu mendukung upaya ini," papar Kholis.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Drs. Andi Basrul, menekankan perlunya upaya penegakan hukum. Hasil patroli, menurut Andi, selayaknya sudah menjadi konsumsi aparat penegak hukum sehingga dapat ditindak lanjuti.
"SMART patroli memungkinkan respon yang cepat. Tapi perlu dikembangkan lebih jauh agar respon memang betul-betul dapat dipastikan," kata Andi pada ekspos SMART Patrol Ranger di BKSDA Aceh, 10 Februari 2014.
Menurut Andi, Balai Besar TNGL saat ini sudah mengadopsi SMART dan sedang diimplementasikan di 32 resort sejak awal 2014.
"Informasi dari tim patroli lapangan harus disampaikan dengan cepat? Kalau tidak, kita akan selalu terlambat," tandasnya.
Ekspos SMART Patrol Ranger di BKSDA Aceh dihadiri oleh berbagai kalangan yang terlibat konservasi kawasan hutan aceh seperti LSM, Dinas kehutanan Provinsi dan Kabupaten, serta perwakilan ranger dan mukim.
Sementara itu, Sekjen Federasi Ranger Aceh, M. Yakob Ishadamy, menyerukan adanya kerjasama antar pihak. "Federasi belum bisa banyak berbuat pasca dibentuk akhir tahun 2013 lalu. Karena itu, kita perlu menyebarluaskan inisiatif ini kepada berbagai pihak," katanya.
Kekuatan ranger, justru karena mereka ada di lapangan. Mereka sangat paham kondisi lingkungannya. "Jadi informasi yang mereka sampaikan, kami percaya itu valid", imbuh Yakob.
Yakob juga mendorong adanya mekanisme pelaporan kejahatan kehutanan. Sejauh ini, pelaporan yang dilakukan oleh ranger justru mengancam keberadaan ranger itu sendiri karena kejahatan bidang kehutanan merupakan kejahatan yang terorganisir. Para ranger di lapangan butuh jalur pelaporan yang tidak mengancam keselamatan mereka.
"Saat ini, hutan Aceh seperti tanpa tuan rumah. Setiap orang atau lembaga begitu bebasnya mengeroyok hutan Aceh. Pemerintah perlu memimpin koordinasi antar pihak agar upaya konservasi hutan Aceh dapat berjalan dengan baik dan terstruktur," papar Yakob.
Pemerintah, katanya, juga harus tegas dalam melakukan penegakan hukum serta memproduksi kebijakan daerah. Fakta lapangan menunjukkan, masyarakat masih terancam dengan berbagai perizinan konversi lahan, termasuk untuk usaha perkebunan besar dan tambang.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR