Berkurangnya masyarakat pengguna transportasi sungai membuat taksi kelotok jarang beroperasi. Padahal sebagai daerah dengan rawa dan sungai-sungai, Kalimantan Selatan, termasuk Banjarmasin ibu kotanya, sudah lama akrab dengan transportasi airnya.
Perahu kelotok adalah sarana transportasi utama pada masa lalu. Bukan hanya di pedalaman, tetapi juga di dalam Kota Banjarmasin yang dikenal sebagai ”Kota Seribu Sungai”.
Kini, perahu kelotok nyaris dilupakan, diganti dengan pikap, truk, mobil-mobil pribadi, dan terutama sepeda motor. Zaman memang telah berubah.
Beberapa pria terlibat dalam obrolan yang disertai canda tawa di sebuah dermaga ”taksi kelotok” di Jalan Soetoyo, Teluk Dalam, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (11/1). Mereka tetap asyik mengobrol meski ada rekannya yang tertidur pulas di bangku. Sesekali mereka memandangi taksi kelotok yang tetap tertambat di dermaga.
Dermaga berukuran sekitar 12 meter persegi itu terbilang nyaman untuk bersantai. Letaknya di tepi Sungai Teluk Dalam yang bermuara langsung ke Sungai Barito. Selain terdapat meja dan bangku, juga terdapat televisi berwarna.
Di salah satu sudut dermaga terdapat jam dinding, papan nama penarik taksi kelotok, serta papan peraturan dan tata tertib anggota persatuan taksi kelotok.
”Hampir setiap hari beginilah kerjaan kami di sini sambil menunggu penumpang. Karena penumpang sepi, jadi lebih banyak duduk dan ngobrol,” tutur Murjiani (44), penarik taksi kelotok, sambil tersenyum. Taksi kelotok adalah alat transportasi sungai berupa perahu bermotor yang digunakan untuk mengantar dan menjemput penumpang.
Hari itu, meski matahari sudah mulai condong ke barat, Murjiani belum membawa satu pun penumpang. Sejak pagi, taksi kelotoknya tetap tertambat di dermaga bersama beberapa taksi kelotok lainnya. Kejadian seperti itu bukanlah sesuatu yang mengherankan lagi baginya.
Sebab, itu kerap dialaminya dalam tiga tahun terakhir. ”Kadang-kadang bisa dua hari enggak dapat penumpang,” ujarnya.
Para penarik taksi kelotok mematok tarif Rp25.000 per penumpang. Tarif itu berlaku untuk mengantar penumpang ke seberang Sungai Barito dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Tarif yang sama juga berlaku bagi penumpang yang ingin menikmati panorama Sungai Barito selama 30 menit dari dermaga hingga kembali lagi ke dermaga.
Murjiani, yang sudah belasan tahun menekuni pekerjaan sebagai penarik taksi kelotok, mengenang masa-masa kejayaan taksi kelotok beberapa tahun lalu, terutama saat perusahaan kayu di daerah seberang Sungai Barito masih beroperasi. ”Waktu itu, satu hari bisa empat sampai lima kali narik,” ujarnya.
Kini, keadaan memang sudah berubah. Sejumlah pabrik kayu di seberang Barito tidak lagi beroperasi atau mengurangi kegiatannya. Jumlah penumpang menurun drastis. Namun, dia tetap menekuni pekerjaannya karena sulit mencari pekerjaan lain.
Lima tahun lalu, sambung Alamsyah (34), penarik taksi kelotok di Dermaga LKMD Kelurahan Pelambuan, Banjarmasin Barat, ini masih berjumlah sekitar 40 orang. ”Sekarang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang,” ujar penarik taksi kelotok yang telah beralih pekerjaan dalam tiga tahun terakhir ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR