Kemarin, abu tebal yang melumpuhkan jalur Malang-Kediri mulai bisa ditembus kendaraan bermotor. Sebelumnya, jalanan itu licin dan sangat berdebu. Abu dibersihkan aparat TNI secara manual dan dengan alat berat.
Di Surabaya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Ahmad Sukardi mengatakan, pihaknya sudah mengirim motor grader, traktor dengan lempeng besi di bagian tengah untuk meratakan tanah. Tiga grader untuk Malang dan lima grader untuk Kediri.
Selain motor grader, disediakan traktor loader (pengeruk abu ke bak truk pengangkut) dan dump truck. Kediri dan Malang menjadi daerah prioritas.
Cegah masalah lain
Direktur Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional "Veteran", Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mengatakan, pembersihan abu vulkanik jangan asal-asalan. Tumpukan abu vulkanik di pinggir jalan dan banyak tempat harus ditangani pemerintah. Tanpa manajemen baik, pembersihan itu justru menimbulkan masalah lain.
Abu tebal di sejumlah tempat dibersihkan dengan sekop lalu diangkut kendaraan dan ditampung di tempat lain. Abu beterbangan dan berisiko mengganggu kesehatan.
Di daerah lain dengan abu tipis, pembersihan dengan disemprot air. Akibatnya, gorong- gorong mampat dan memicu sedimentasi sungai.
"Abu vulkanik harus dikelola baik, bisa untuk bahan bangunan, campuran beton, bahan uruk, dan media tanam. Kandungan haranya tinggi," katanya.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, yang juga dokter spesialis paru, Tjandra Yoga Aditama, abu vulkanik memicu gangguan pernapasan. Dampaknya lebih serius dibandingkan debu biasa karena abu vulkanik mengandung senyawa logam dan semilogam: silika, natrium, kalium, dan kalsium.
Abu vulkanik menimbulkan iritasi mata. Mata terasa pedih, merah, dan berair. Pengguna lensa kontak diminta melepasnya untuk menghindari penumpukan abu di bawah lensa. Abu vulkanik juga menimbulkan gangguan saluran cerna dan memicu diare. Pada kondisi panas dan berangin, abu mudah tersebar, menempel pada makanan.
Bagi petani, abu vulkanik, pasir, dan kerikil merusak tanaman sayur, seperti di Kecamatan Wates dan Ngancar, Kediri. Di Desa Sugihwaras, nanas, cabai, dan tomat rusak.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR