Dalam Pameran Kedirgantaraan Dubai pertengahan November 2013, pabrik pesawat Boeing amat berbunga-bunga. Di sanalah raksasa pesawat terbang sipil Amerika Serikat ini mengumumkan peluncuran pesawat 777-X yang merupakan tipe lebih mutakhir daripada jet laris Boeing 777.
Kita sudah takjub tatkala melihat apa yang ada pada pesawat Boeing 777-300ER (Extended Range) Garuda Indonesia dengan pelbagai fasilitasnya yang canggih, baik untuk mendukung penerbangan maupun untuk kenyamanannya.
Di Dubai, maskapai Emirates sudah beranjak untuk mengganti 777-300ER-nya dengan 777 generasi lebih baru. Inilah 777 yang berjelajah sekitar 13.000 kilometer, bermuatan 50 ton, dan menggunakan teknologi Boeing 787 yang supercanggih (Flight Daily News, 20/11).
Berita tersebut tentu saja memperkuat reputasi Boeing 777 yang selain laris juga memiliki rekor keselamatan bagus. Kecelakaan terakhir yang melibatkan 777 adalah ketika sebuah pesawat tipe ini milik maskapai Korea, Asiana Airlines, mengalami musibah menjelang pendaratan di Bandara San Francisco, Juli tahun silam.
Sabtu (8/3) lalu, kita mendengar pesawat Boeing 777-200 milik maskapai Malaysia Airlines (MAS) dengan nomor penerbangan MH370 hilang dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Pesawat ini belum ditemukan hingga Minggu petang kemarin.
Orang pun bertanya-tanya, bagaimana bisa pesawat yang tergolong besar ini hilang, padahal di dalamnya ada perangkat komunikasi canggih, dalam wujud radio, GPS, dan sistem komunikasi komputer. Mestinya tidak semudah ini. Demikia kata penulis penerbangan Richard Quest (Tom Watkins, CNN, 8/3).
Pesawat seharga 250 juta dollar AS (sekitar Rp 3 triliun) ini, tambah Quest, dilengkapi dengan teknologi aircraft communications and reporting system yang ada dalam komputer pesawat. "Alat ini akan melaporkan kepada maskapai bagaimana pesawat berkinerja, misalnya menyangkut kecepatan, cadangan bahan bakar, dan juga daya mesinnya," tambah Quest.
Quest percaya, meski pihak berwenang belum mengetahui apa yang terjadi dengan penerbangan MH370, ada peristiwa katastrofik (yang membuatnya hilang).
Analisis semacam itu mudah dipikirkan karena kalau ada kerusakan pada sistem biasa, mestinya pilot—juga alat-alat komunikasi canggih tadi—masih bisa menyampaikan laporan.
Kejadian MH370 ini mengingatkan orang pada penerbangan pesawat Airbus A-330—tipe yang juga tergolong canggih—milik maskapai Air France dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris, Juni 2009. Pesawat hilang kontak dan ternyata terjun ke Samudra Atlantik.
Meski pesawat hilang pada ketinggian jelajah seperti dijelaskan oleh Quest ada presedennya, hal ini tetap tergolong langka. Ini pula yang menjadi bahan analisis Reuters/New Straits Times (9/3).
Disebut langka karena sebenarnya tahapan yang berbahaya dalam penerbangan ada pada saat lepas landas dan mendarat, dan umumnya pada tahap inilah kecelakaan terjadi.
Berbagai teori
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR