Buku mengisahkan cerita kehidupan keluarga keturunan bangsawan yang mencontohkan kesederhanaan. Selain cerita bagaimana menjadi istri, ibu, juga perempuan muda yang mandiri serta mampu menyeimbangkan adat istiadat dengan modernisasi.
Dalam buku ini juga diceritakan sosok perempuan Jawa yang sederhana tetapi berani bereksperimen dengan gaya penampilannya, busana juga perawatan kecantikannya. Ia tak malu tampil berkebaya namun tetap bereksperimen gaya dengan busana konsep modern. Ia menyanggul rambutnya namun tak membatasi aktivitasnya seperti menunggang kuda, bertenis, berenang dan lainnya. Ia menguasai tarian klasik dan mendengarkan musik gamelan, namun tak anti pada lagu Barat. Tak ketinggalan, ia menjalani tradisi warisan budaya Keraton termasuk dalam hal kecantikan.
Bagi salah satu sahabatnya, pengusaha dan ahli kecantikan, Martha Tilaar, sosok Gusti Noeroel memberikan banyak inspirasi. Martha mengaku terpesona dengan kecantikan putri Keraton ini, lahir dan batin, fisik dan kepribadiannya.
Martha mengatakan, Gusti Noeroel merupakan perempuan Keraton yang rendah hati, bersedia membukakan pintu kepadanya untuk berbagi warisan ritual kecantikan Keraton. Ritual kecantikan warisan Keraton yang kemudian dikembangkan menjadi komoditas yang mempercantik wanita Indonesia dan Asia.
"Saya bertemu Gusti Noeroel pada tahun 70-an, saat itu usia saya 30-an. Ia berbagi pengetahuan mengenai filosofi jamu, pemakaian jamu sesuai siklus kehidupan, tradisi Keraton. Ia sangat cantik, bahkan tanpa make up sekalipun. Sudah cantik, ia juga tidak mau bergantung kepada orang lain, perempuan harus mandiri. Perempuan tidak membuat sedih orang lain, ia tidak mau menyakiti hati perempuan lain dengan tidak mau dimadu.
Ia perempuan luar biasa. Tokoh kecantikan yang fashionable," kata Martha, yang membukakan pintu rumahnya untuk menyelenggarakan peluncuran buku Gusti Noeroel Mengejar Kebahagiaan itu di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (16/4).
Kaya makna
Membaca buku Gusti Noeroel memberikan banyak inspirasi dan membawa segudang makna, utamanya bagi perempuan. Di dalamnya juga terdapat banyak pelajaran berharga, mulai kesederhanaan, integritas, tata krama, pengasuhan anak, hingga sebagian kisah Keraton Solo yang makin memperkaya isi buku ini.
Usai membacanya, mungkin Anda akan menemukan idola atau bahkan pandangan baru mengenai kehidupan kalangan bangsawan. Komentar salah satu cucu Gusti Noeroel dalam buku ini menunjukkan, bagaimana kebiasaan berbagi cerita dalam keluarganya mengenai sosok eyang Putri membuatnya menemukan idola.
"Kami tahu eyang saat muda dari orangtua kami. Kami tertegun mendengarkan, walau tak bisa mengingat seluruh cerita perjuangan hidupnya. Betapa ia menjadi idola para pria, betapa gigihnya ia mengangkat menjaga harum nama dan martabat wanita pada zamannya. Eyang Putri adalah eyang tercinta dan idola saya," kata Alika Mitari, cucu dari puteri sulung Gusti Noeroel, B.R.Ay Parimita Wiyarti.
Sementara bagi Parimita, buku ini membawa banyak makna. Bukan semata biografi sosok perempuan yang layak menjadi inspirasi, namun juga menjadi pengingat sekaligus kritik kepada kalangan bangsawan.
"Orang berdarah biru ada yang sombong dan menganggap dirinya berbeda, mengagungkan dirinya sendiri. Mereka tidak mau berbaur. Ibu tidak mengajarkan itu karena kita sama-sama manusia, mengapa harus berbeda. Kami belajar merakyat dari ibu, tidak ada lagi feodalisme. Bangsawan yang sebenarnya adalah mereka yang merakyat, bukan yang memisahkan diri. Kalau ada yang sombong itu bukan bangsawan yang sebenarnya, itu Ndoro palsu," katanya
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR