Ingin anak cerdas? Coba asah jiwa seni anak.
Anak-anak yang dekat dengan seni, umumnya lebih peka, mudah berempati, ceria, dan pandai mengatur emosinya. Ini karena saat anak belajar seni, ia belajar mengenai rasa. Perasaannya dapat terasah lembut, tidak kasar bersikap, dan bisa berempati dengan teman. Tentunya ini terkait dengan kecerdasan sosial anak ketika ia mulai bersosialisasi. Jika anak tidak peka sosial tentu berdampak buruk pula bagi dirinya.
Mengapa asah jiwa seni anak menjadi penting karena penelitian membuktikan, kepekaan terhadap seni memberikan banyak manfaat kepada manusia. Antara lain, merangsang pikiran, memperbaiki konsenstrasi dan ingatan, meningkatkan aspek kognitif, dan membangun kecerdasan emosional. Musik contohnya, dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, yang berarti menyeimbangkan perkembangan aspek intelektual dan emosional. Murid-murid yang mendapat pendidikan musik, kelak akan menjadi manusia yang berpikiran logis, sekaligus cerdas, kreatif, dan mampu mengambil keputusan, serta mempunyai empati. Musik juga dapat digunakan anak sebagai cara untuk mengekspresikan perasaannya dengan sesuai (baik ketika senang, marah, maupun sedih).
Lewat pendidikan seni, seluruh kecerdasan majemuk seperti yang dikemukakan Howard Gardner juga dapat dikembangkan. Pasalnya, kegiatan seni memberikan kesempatan kepada anak untuk mengamati, mencerap, menyaring, menafsirkan berbagai informasi dan fenomena lingkungan, serta mencipta berbagai lambang yang bermakna.
Jadi, asah jiwa seni anak bukan untuk menjadikannya sebagai seniman, ya. Melainkan lebih untuk merangsang kreativitas anak, mengasah kepekaan hatinya terhadap lingkungan sekitar, serta memiliki jiwa apresiatif dan artistik. Kemampuan seni memberikan bekal kepada anak untuk dapat mengatasi setiap permasalahan dalam hidupnya, membekalinya akan nilai dan prinsip hidup untuk mencapai kemuliaan dalam berkehidupan.
Stimulasi seni dapat dilakukan sejak si kecil masih bayi. Namun perlu diperhatikan, dalam memberikan stimulasi, hindari penilaian negatif. Jangan mengkritisi anak yang mengatakan bahwa itu gambar gajah, padahal orangtua melihatnya sama sekali tidak berbentuk gajah. Atau mengkritisi anak yang sedang menari saman tapi kesulitan dalam mengikuti iramanya yang cepat.
Namun tanyakan saja pada mereka, apa yang sedang mereka lakukan atau mereka buat, dan terimalah. Dengan anak menceritakannya, anak akan terstimulasi juga secara bahasa dan kognitif.
Yuk, asah jiwa seni anak!
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR