Nationalgeographic.co.id - Sebuah kota di Turki bernama Canakkale menjadi medan pertempuran Kampanye Gallipoli yang terjadi pada 1915 atau pada masa Perang Dunia I (1914 – 1918). Selama Kampanye Gallipoli kekuatan sekutu bertempur dan kalah melawan Kekaisaran Ottoman, beberapa kapal tenggelam di Dardanelles atau yang juga dikenal sebagai Selat Gallipoli.
Dilansir dari TRT World, kawasan tersebut dijaga oleh militer Turki karena masih dipenuhi dengan bahan peledak sisa–sisa dari Kampanye Gallipoli. Pada tahun 2017 lalu, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki diberikan mandat untuk mengelola tempat tersebut.
Direktorat Situs Bersejarah Gallipoli sejak 2018 telah bekerja mulai dari mendeteksi, mendokumentasikan, dan memindahkan bahan peledak guna mengubah area tersebut menjadi taman bawah laut yang aman. Jika sebelumnya area itu eksklusif untuk penyelam dengan izin khusus seperti personel militer atau peneliti, mulai 2 Oktober 2021 penyelam umum dapat menjelajahi Historic Gallipoli Underwater Park atau Taman Sejarah Bawah Laut Gallipoli.
Ada belasan bangkai kapal yang dibuka untuk kegiatan menyelam. Saat ini, 16 kapal besar dan kapal selam di kawasan taman bawah laut, dua di antaranya termasuk dalam belasan kapal yang dibuka untuk menyelam. Selain itu, ada Bebek Rocks, di mana para penyelam bisa mengamati terumbu karang dan kehidupan laut.
Salah satu kapal yang menarik perhatian adalah HMS Majestic milik Britania Raya, kapal ini merupakan yang terbesar dari sembilan kapal tempur Angkatan Laut Kerajaan. HMS Majestic ditenggelamkan oleh U-boat atau kapal selam yang dioperasikan oleh Jerman.
Baca Juga: Melanggar Konvensi, Maraknya Penggunaan Senjata Kimia Perang Dunia I
Kapal perang itu tenggelam di dasar laut dekat Cape Helles atau Seddulbahir bersama dengan 49 marinir pada 27 Mei 1915. Melansir Smithsonian Magazine, HMS Majestic memiliki panjang 421 kaki atau sekitar 128 meter.
“Ini seperti mesin waktu yang membawa Anda kembali ke tahun 1915 dan Perang Dunia I,” ujar Savas Karakas, penyelam dan pembuat dokumenter kepada Agence-France Presse (AFP).
Beberapa bangkai kapal berada di perairan yang relatif dangkal, kurang dari 7,6 meter di bawah permukaan laut. Sedangkan yang lain ada di kedalaman 18 meter hingga 100 meter bahkan lebih, seperti HMS Triumph yang bersandar pada kedalaman 70 meter di bawah permukaan laut.
Ahli seni sejarah dari Direktorat Situs Sejarah Gallipoli Yusuf Kartal mengaku terpukau dengan keindahan taman bawah laut. Kepada TRT World dia menuturkan Historic Gallipoli Underwater Park adalah dunia yang berbeda.
“Anda menyelam dan tiba–tiba Anda kembali ke tahun 1915. Anda melihat kapal yang tenggelam 106 tahun lalu dan merasakan kekacauan perang secara langsung. Kapal membawa Anda ke saat mereka tenggelam. Anda menyaksikan kerusakan yang menghancurkan kapal kolosal seperti HMS Majestic,” kata Yusuf Kartal.
Baca Juga: Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara
Untuk proyek seluas 150 kilometer persegi ini, dasar laut telah dipetakan, termasuk anomali di dasar laut seperti flora, fauna, dan formasi geografis terdeteksi. Informasi tentang laut seperti pasang surut, salinitas, suhu, jumlah oksigen juga dikumpulkan.
Kapal yang tenggelam diidentifikasi oleh penyelam dan model tiga dimensi dari masing–masing kapal disiapkan. Barang bersejarah dari kapal yang dapat dipindahkan, dipisahkan untuk dilestarikan dengan baik. Bangkai kapal perang lainnya yang bisa dilihat di sini ada HMS Ocean, HMS Irresistible, dan lain–lain.
Proses penyelaman berlangsung di bawah kepemimpinan pemandu profesional yang disertifikasi oleh Federasi Olahraga Bawah Air Turki. Historic Gallipoli Underwater Park atau Taman Sejarah Bawah Laut Gallipoli cocok untuk penyelam dari semua tingkatan dan orang–orang juga berkesempatan untuk mengikuti pelatihan menyelam.
“Area Gallipoli Canakkale adalah tempat yang sangat berharga dalam sejarah dunia. Mereka yang ingin memahami Kampanye Gallipoli sekarang akan memiliki kesempatan untuk melihat perang dari perspektif baru,” pungkas Yusuf Kartal.
Source | : | TRT WORLD,Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR