Nationalgeographic.co.id—Pada 1824 Beethoven menghasilkan karya terakhirnya, Simfoni no 9 dalam tangga nada D minor. Simfoni sepanjang 75 menit ini dianggap sebagai salah satu mahakarya Beethoven yang terbaik, digubah ketika dia tuli sepenuhnya.
Tiga tahun sebelum kematiannya, ia mulai mengerjakan Simfoni Kesepuluh. Tetapi karena kesehatannya yang kian memburuk, Beethoven tidak dapat membuat banyak kemajuan sampai akhirnya meninggal di tahun 1827. Yang ditinggalkan hanyalah beberapa sketsa musik Simfoni Kesepuluh yang belum selesai.
Ini tentu membuat para penggemar dan ahli musik menjadi sedih dan kebingungan. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan sketsa musik peninggalan sang Maestro itu. Catatan yang ditinggalkan sangat menggoda untuk diselesaikan namun tampak seperti di luar jangkauan.
Tetapi kemudian fragmen-fragmen itu diubah menjadi karya musik yang lengkap menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intellegence).
Pada awal 2019, Dr. Matthias Röder, direktur Institut Karajan, sebuah organisasi di Salzburg yang mempromosikan teknologi musik, menghubungi Ahmed Elgammal. Elgammal adalah pendiri dan direktur laboratorium seni dan kecerdasan buatan di Rutgers. Pekerjaan yang dilakukan terfokus pada seni yang dihasilkan oleh teknologi kecerdasan buatan.
Röder menjelaskan bahwa ia sedang membentuk tim untuk menyelesaikan Simfoni Kesepuluh dalam rangka perayaan ulang tahun ke-250 sang Komposer. Tim ini ingin mencoba apakah teknologi kecerdasan buatan dapat membantu mengisi kekosongan yang ditinggalkan Beethoven.
Proyek ini dimulai pada 2019 oleh kelompok yang terdiri dari sejarawan musik, ahli musik, komposer, dan ilmuwan komputer. Menggunakan teknologi kecerdasan buatan juga membuat mereka dihadapkan pada tantangan untuk memastikan semua proses sesuai visi Beethoven.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam dunia musik bukan hal baru. Sebelumnya teknologi ini sudah digunakan untuk menyelesaikan simfoni terakhir Schubert.
Upaya penyelesaian simfoni Beethoven ini sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pada tahun 1988 Barry Cooper menyatukan sketsa fragmen Beethoven menjadi bagian pertama. Ia kemudian tidak dapat melangkah lebih jauh dari bagian ini karena terbatasnya informasi yang tersedia.
Elgammal menjelaskan bahwa agar proyek mereka melangkah lebih jauh, tim “harus menggunakan catatan dan komposisi lengkap dari seluruh karya Beethoven. Semua itu digunakan bersama dengan sketsa yang tersedia dari Simfoni Kesepuluh untuk menyelesaikan simfoni terakhir ini.
Ini adalah tantangan yang luar biasa. Tim harus mengajari teknologi ini mengenai cara mengambil frasa pendek, atau bahkan hanya sebuah motif. Kemudian menggunakannya untuk mengembangkan struktur musik yang lebih panjang dan lebih rumit, seperti yang akan dilakukan Beethoven.
Setelah itu, mereka harus mengajar teknologi bagaimana cara mengambil garis melodi dan menyelaraskannya. Teknologi ini juga perlu belajar bagaimana menjembatani dua bagian musik bersama-sama.
Baca Juga: Teori Tentang Beethoven Kulit Hitam dan Makna Perlawanan di Dalamnya
Akhirnya, setelah tim memiliki komposisi penuh, teknologi kecerdasan buatan harus mencari cara untuk mengaturnya. Ini melibatkan penempatan instrumen yang berbeda untuk bagian yang berbeda. Tugas ini harus dilakukan dengan cara yang mungkin dilakukan oleh Beethoven.
Tes pertama pun dilakukan untuk melihat apakah audiens ahli dapat menentukan di mana frasa Beethoven berakhir dan ekstrapolasi teknologi kecerdasan buatan dimulai. Ketika mereka tidak dapat membedakan, tim tahu mereka berada di jalur yang benar.
Selama 18 bulan berikutnyateknologi kecerdasan buatan membangun dan mengatur dua bagian, masing-masing lebih dari 20 menit.
Seluruh bagian dipertunjukkan secara perdana pada 9 Oktober 2021 di Forum Telekom di tempat kelahiran Beethoven di Bonn, Jerman.
Selalu ada pro dan kontra mengenai penggunaan teknologi kecerdasan buatan jika menyangkut seni. Elgammal menambahkan mungkin akan ada yang berpendapat bahwa teknologi ini terlarang untuk digunakan dalam berkesenian. Teknologi kecerdasan buatan seharusnya tidak boleh digunakan untuk meniru proses kreatif manusia.
Bagi Elgammal, jika menyangkut seni, teknologi bukanlah sebagai pengganti manusia. Teknologi hanya digunakan sebagai alat yang membuka pintu bagi seniman untuk mengekspresikan dirinya dengan cara baru.
Kini, hampir 200 tahun setelah kematiannya, mahakarya terakhir sang Maestro selesai berkat kerja sama tim yang solid.
Baca Juga: Rekam Jejak Pertunjukan Musik Klasik di Hindia Belanda pada Abad Ke-19
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR