Arus bahangmengambang di padang rumput Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Sinar matahari hari itu masih ramah, namun kekeringan telah melanda Bekol berbulan-bulan. Pepohonan meranggas, rumput-rumputan kuning keemasan.
Kawanan lutung bertengger di pohon pilang. Di bawah pohon, sekelompok rusa berkerumun tenang. Tubuhnya yang berwarna kecokelatan menyatu dengan alam yang kering kerontang. Penyamaran yang sempurna di tengah-tengah kehidupan sabana yang keras.
Dua minibus merambat pelan di jalan berbatu yang membelah padang rumput Bekol. Kaca mobil yang gelap menyembunyikan para penumpang. Deru lirih mesin mengisyaratkan pendingin udara menyejukkan ruang dalam minibus itu.
Wisata Baluran agak berubah kini. Para pengunjung domestik lebih suka menikmati alam sabana dan hutan kering dalam kesejukan di dalam mobil. Alam yang keras; satwa liar yang hidup prihatin; lutung yang berlarian; merak dan ayam hutan yang berseliweran makin berjarak dengan pengunjung. Suasana yang panas menindih memaksa pengunjung lebih betah di dalam kendaraan.
Namun ada juga pengunjung yang rela berpanas-panas ria. Lihatlah rombongan Aswin. Kelompok yang datang dari Surabaya ini meriung di sudut sabana Bekol.
Sekeping telepon cerdas berkamera bertengger di pucuk tongsis: jepret, jepret, jepret! Mereka bergaya berbaris-baris menatap kamera telepon. Tawa riang pecah.
!break!Deretan tengkorak kerbau liar, rusa dan banteng yang dipajang di tepi sabana menjadi tempat favorit muda-mudi itu berfoto narsis. Satu-dua orang berlari-lari kecil di jalanan, dan meminta kawannya memotretnya.
“Kami akan ke pantai Bama,” tutur Aswin, “Lebih sejuk.” Mereka beranjak ke pantai Bama, kira-kira lima kilometer dari Bekol, dengan minibus yang adem.
Sementara itu, turis-turis asing biasa datang berpasangan dengan sepeda motor dari Bali. Mereka menjelajahi Bekol dengan harapan melihat banteng ataupun kerbau liar. Tak sedikit yang kecewa lantaran banteng amat sulit dijumpai saat ini.
Dua turis perempuan bersepeda motor dari Bali rela membayar tiket Rp 150.000 di visitor center. Mereka memarkir sepeda motornya, lalu berjalan kaki dari Batangan ke Bekol. Itu jaraknya 12 kilometer. Petugas lalu memanggilnya, dan mengingatkan agar memakai sepeda motor untuk ke Bekol. Panas kemarau pasti akan memanggang tubuh dua turis itu.
Namun ada juga yang kecewa. Harga tiket yang naik berlipat-lipat mengurungkan niat dua turis masuk ke Baluran. Mereka akhirnya ke Banyuwangi dengan bis umum. Setengah jam mereka menunggu bis di tepi jalan raya di depan kantor Balai Taman Nasional.
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR