Pada Juli 2015 mendatang, Hotel Henn-na akan dibuka di Kota Sasebo, Jepang.
Di meja resepsionis hotel tersebut, hanya ada dua pegawai manusia asli. Sedangkan 10 sisanya merupakan robot yang mirip manusia.
Robot-robot itu akan menyambut tamu, mengangkat tas-tas, dan bahkan membersihkan kamar setelah tamu sudah pergi.
Dilengkapi dengan wajah dan tubuh perempuan yang sangat realistis, robot-robot ini dirancang untuk berbincang dalam sejumlah bahasa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tamu di hotel dengan 72 kamar itu.
Tujuannya adalah untuk memberikan pengalaman berteknologi tinggi kepada para tamu. Salah satu wujudnya ialah perangkat pengenalan wajah untuk membuka pintu sehingga tamu tidak lagi memerlukan kunci kamar.
Walaupun ini tidak berarti semua staf resepsionis dan porter sekarang terancam dengan kebangkitan pelayanan robot, industri perhotelan secara keseluruhan sangat menerima perkembangan teknologi baru.
Teknologi perhotelan
GTRIIP, sebuah perusahaan asal Singapura yang telah membuka cabang di AS, telah mengembangkan sebuah layanan check-in tanpa kertas atau dokumen menggunakan fitur biometrik pada ponsel iPhone.
Para tamu dapat check-in dengan aman di hotel-hotel tertentu yang menggunakan layanan Apple Touch ID yang membaca sidik jari dan kemudian mengakses informasi pemesanan yang tersimpan pada perangkat mereka.
Di meja resepsionis, para penerioma tamu memiliki aplikasi serupa untuk mendaftarkan tamu.
Para pendiri perusahaan itu, Maxim Thaw Tint dan Stanley Myo Lwin, mencetuskan gagasan itu setelah belajar dari pengalaman pribadi. Mereka beberapa kali sangat frustrasi dengan proses check-in hotel yang memerlukan bermacam-macam dokumen pengenal serta bukti pemesanan.
"Ketika kami meneliti teknologi biometrik yang sudah ada, kami menemukan bahwa Apple Touch ID sudah ada sejak 2013 dengan peluncuran iPhone 5S," kata Thaw Tint.
"Kami memutuskan untuk menggunakan itu agar tidak harus membangun teknologi baru."
GTRIIP sangat menarik bagi mereka yang sering bepergian untuk bisnis, kata Thaw Tint, yang cenderung selalu memilih jaringan hotel yang sama karena program loyalitas mereka.
"Ini sangat baik untuk Touch ID yang sudah diverifikasi," katanya.
Perusahaannya itu sudah mulai bekerja sama dengan sejumlah hotel di AS, Singapura, Sri Lanka, India dan Myanmar.
Jaringan hotel Starwood Hotels di AS menawarkan aplikasi SPG Keyless, yang memungkinkan tamu menggunakan ponsel pintar atau ponsel Apple mereka sebagai kunci pintu.
Para tamu bisa membuat pemesanan dari aplikasi dan pada hari kedatangan mereka akan menerima pemberitahuan dengan detail pemesanan kamar.
"Itu adalah kunci kamar digital jadi Anda bisa langsung masuk kamar dan menggunakan perangkat anda agar tidak usah check-in," kata Mark Vondrasek dari Starwood.
Ancaman
Namun dengan adanya teknologi baru, datang juga ancaman baru.
Hotel dan kasino Hard Rock di Las Vegas menjadi sasaran perangkat perusak pada awal bulan Mei, setelah pencurian informasi trasaksi kartu kredit oleh peretas.
Pada bulan April, perusahaan White Lodging melaporkan pelanggaran data di beberapa jaringan restorannya, termasuk di lokasi hotel Marriot dan Sheraton. Ini menyusul pelanggaran data lainnya pada tahun 2013.
Pada laporan Internet Security Threat oleh perusahaan teknologi informasi Symantec, yang diterbitkan pada bulan April, industri perhotelan masuk dalam kategori 10 besar yang terdampak ulah peretas.
Industri hotel memang menjadi sasaran gampang kata manajer keamanan di Symantec, Joji Hamada.
"Hotel mengumpulkan banyak data pribadi seperti alamat e-mail, alamat rumah, nomor telepon, dan lain-lain," katanya.
Dia berpendapat bahwa industri perhotelan harus mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi informasi, seperti yang dilakukan industri ritel.
"Banyak yang berminat mengakses informasi pribadi di pasar gelap, jadi data itu bisa saja diperjual belikan."
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR