Musim haji di Arab Saudi tahun 1436 Hijriah ini dirundung murung. Setelah badai, hujan lebat, lalu mesin derek ambruk di Masjidil Haram, dunia Islam dikejutkan dengan tragedi besar di Mina yang menyebabkan 1.107 anggota jemaah meninggal. Bagaimana sebaiknya kita menyikapinya?
Ketika anggota jemaah haji dari berbagai negara berdatangan ke Arab Saudi, awal September 2015, negeri itu dilanda badai besar dan hujan lebat. Diduga akibat cuaca ekstrem itu, 12 September, mesin derek (crane) ambruk di Masjidil Haram, Mekkah. Sebanyak 111 anggota jemaah meninggal dan 331 luka-luka, termasuk di antaranya 11 anggota jemaah asal Indonesia meninggal dan 42 luka-luka.
Tak lama berselang, pada puncak haji, 24 September, terjadi insiden saling desak di Mina. Saat hari kejadian dilaporkan, sebanyak 717 anggota jemaah meninggal. Tetapi, seiring identifikasi jenazah, jumlah itu terus bertambah. Terakhir, Senin (28/9) siang waktu Arab Saudi, tercatat 1.107 anggota jemaah meninggal. Di antara mereka, terdapat 42 anggota jemaah asal Indonesia dan 4 warga Indonesia yang bermukim di Arab Saudi.
Jumlah itu diperkirakan akan bertambah. Jumpa pers Kementerian Agama (Kemenag) pada Senin pukul 14.30 waktu Mekkah, menyebutkan, Pemerintah Arab Saudi merilis sekurangnya 1.107 foto jenazah korban tragedi Mina. Ternyata masih ada 5 kontainer berisi jenazah yang belum dibuka oleh petugas negara setempat.
Tragedi itu juga mengingatkan kita pada peristiwa serupa sebelumnya. Dalam catatan Litbang Kompas, sejak tahun 1975 sampai 2015, setidaknya terjadi 10 kali insiden di Mina, yaitu tahun 1990, 1994, 1995, 1997, 1998, 2001, 2003, 2004, 2006, dan 2015. Jika jumlah semua korban diakumulasikan, maka total lebih dari 3.938 anggota jemaah meninggal dalam semua insiden itu.
Sejauh ini, insiden Mina tahun 1990 adalah kecelakaan dengan korban terbesar, yaitu 1.426 jemaah. Namun, jumlah korban dalam tragedi terakhir pada 2015 ini juga berpotensi mendekati angka itu. Selain 1.107 korban yang telah tercatat, masih ada 5 kontainer berisi jenazah yang belum dibuka.
Negara-negara asal anggota jemaah haji tentu kaget, sedih, dan prihatin atas tragedi ini. Tahun 2015 ini, sekitar 2 juta anggota jemaah dari berbagai negara di dunia berdatangan ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, salah satu rukun Islam. Namun, setiba di Tanah Suci, ternyata sebagian dari mereka justru meninggal dalam kecelakaan saat menjalankan ritual melempar jumrah di Mina.
!break!
RIbuan orang mengelilingi Ka\'bah yang terletak di tengah Masjidil Haram, Mekah. Bagi umat Islam, Ka\'bah menjadi patokan arah kiblat. Tiap tahun, jutaan orang datang ke tempat ini untuk menunaikan ibadah haji ataupun umrah. (Christantiowati/National Geographic Traveler Indonesia)
Menyikapi
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi tragedi ini?
Iran, dengan sekitar 155 anggota jemaahnya meninggal dalam tragedi itu, serta merta bersuara lantang. Seperti ditayangkan kantor berita resmi Iran, IRNA, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuntut Pemerintah Arab Saudi meminta maaf dan bertanggung jawab atas tragedi itu. Negara itu dianggap luput menangani keselamatan anggota jemaah haji.
Merespons tudingan itu, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir, di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, menilai, Iran telah bermain politik dengan tragedi Mina, dan diminta untuk lebih bijaksana terkait meninggalnya anggota jemaah haji yang sedang beribadah. Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud telah memerintahkan untuk merevisi pengaturan pelaksanaan ibadah haji. Pemerintah setempat juga tengah menggelar investigasi, termasuk meneliti rekaman CCTV.
Bagaimana dengan Indonesia sebagai negara yang paling banyak mengirim anggota jemaah haji selama ini? Menarik apa yang diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di sela-sela Sidang PBB di New York. Ia meminta Pemerintah Arab Saudi sebaiknya terus menerima masukan dari negara-negara yang warganya menjadi korban insiden Mina dan berbenah diri. Meskipun tiap tahun terus memperbaiki pengelolaan jemaah haji di Tanah Suci, Pemerintah Arab Saudi diminta lebih menyempurnakannya lagi.
Berbagai kalangan, terutama para pemangku kepentingan, mendesak agar tragedi Mina 2015 dijadikan momentum untuk membenahi penyelenggaraan ibadah haji. Perbaikan hendaknya dilakukan oleh semua pihak yang berperan dalam ibadah itu, yaitu Pemerintah Arab Saudi, pemerintah dari negara-negara asal jemaah, termasuk Indonesia, dan para anggota jemaah itu sendiri.
!break!
Masjidil Haram, Mekkah, Saudi Arabia. (Thinkstockphoto)
Beberapa perbaikan
Kita apresiasi berbagai perbaikan yang telah dilakukan Pemerintah Arab Saudi untuk memaksimalkan pelayanan bagi anggota jemaah haji, seperti perluasan Masjidil Haram, pembangunan tujuh lantai jalur untuk melempar jumrah, atau penyiapan kereta cepat, Mekkah-Jeddah-Madinah. Ke depan, pemerintah setempat diharapkan lebih ketat dalam memastikan keselamatan jemaah. Ritual melempar jumrah di Mina harus benar-benar diatur, diawasi, dan dikontrol ketat sehingga semua kelompok jemaah dari setiap negara bisa beribadah sesuai waktu, tempat, dan jalurnya. Begitu pula wukuf di Arafah, menginap di Muzdalifah, dan tawaf di Masjidil Haram.
Para petugas haji Arab Saudi diminta lebih komunikatif, rambu-rambu diperjelas, peta disebar sehingga lebih mudah dipahami jemaah. Para petugas diharapkan bisa menemani jemaah di titik-titik penting sehingga mengurangi mereka yang tersesat, kebingungan, sekaligus mencegah terjadi desak-desakan di kawasan yang padat.
Pemerintah Indonesia, khususnya Kemenag, diminta untuk meningkatkan kemampuan para petugas haji di Arab Saudi. Mereka hendaknya sungguh-sungguh dapat mengatur seluruh jemaah agar mematuhi semua jadwal dan kegiatan yang telah disiapkan. Untuk itu, diperlukan sistem komunikasi yang efektif antara pengurus di daerah kerja (daker), sektor, kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH), ketua kelompok terbang (kloter), serta anggota jemaah. Dengan sistem komunikasi berbasis teknologi terkini, semua pergerakan dan kegiatan anggota jemaah dipantau dan diawasi sehingga dapat dipastikan berjalan dengan aman dan nyaman.
Kegiatan manasik haji Tanah Air tak hanya berisi pelatihan untuk menjalankan ritual haji, melainkan mengembangkan disiplin bagi calon jemaah haji atas aturan keselamatan saat berada di Arab Saudi. Pastikan bahwa semua anggota jemaah yang berangkat adalah sehat secara jasmani dan rohani, mampu menjaga diri, dan mematuhi semua ketentuan keselamatan haji.
!break!
Para anggota jemaah haji juga diharapkan menyiapkan diri, baik secara fisik, mental, dan pengetahuan. Kesehatan lahir dan batin tak bisa ditawar-tawar. Begitu pula pengetahuan tentang seluk-beluk ritual ibadah haji. Penting pula untuk terus bergabung dengan kloter, berdisiplin dan mematuhi aturan dan jadwal kegiatan, serta menyiapkan alat komunikasi yang bisa dihubungi saat di Arab Saudi.
Lebih dari itu, tragedi Mina hendaknya dijadikan momentum untuk membenahi aspek-aspek lain dari penyelenggaraan ibadah haji. Kemenag diharapkan serius memperbaiki pelayanan kepada anggota jemaah, mulai dari pendaftaran, setoran awal dana haji, pengurusan visa, transportasi, pemondokan, katering, dan bimbingan selama menjalani semua tahapan ibadah. Semua itu untuk memastikan para anggota jemaah dapat menjalankan ibadah dengan nyaman, aman, dan khusyuk.
Kita tak ingin tragedi Mina terulang lagi pada masa mendatang. Jumlah 3.938 syuhada haji dalam 10 kali kecelakaan di Mina sejak 1990 sampai 2015 adalah pelajaran keras bagi kita semua, terutama para pemangku kepentingan haji. Kita semua harus bekerja lebih keras menyiapkan perjalanan rukun kelima Islam itu dengan mengutamakan keselamatan. Keikhlasan para anggota jemaah dalam beribadah seyogianya diimbangi dengan sistem yang benar, sumber daya petugas yang profesional, dan infrastruktur yang baik.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR