Kepala Dusun Salappak Rengge Satoinong yang menemani kami mengatakan, Silaoinan sangat populer pada 1980-an dan awal 1990-an.
!break!
Wisata Budaya
Rengge menuturkan, paket trip yang ditawarkan kala itu adalah perjalanan dari Desa Muntei, Siberut Selatan, menuju Dusun Rogdok, Desa Madobag. Dari sana, mereka selanjutnya ke uma salah satu suku yang berada di antara Dusun Rogdok dan Dusun Salappak.
Di uma itu, rombongan menginap empat malam. Selama di sana, wisatawan diajak menyaksikan aktivitas suku Mentawai, seperti membuat racun panah lalu berburu, menyaksikan muturuk (tarian), dan ibu-ibu membuat makanan dari sagu, atau menyaksikan warga suku Mentawai membuat kabit.
Kabit adalah kain pengganti celana, biasa dipakai oleh sikerei atau dukun/juru pengobatan ketika melakukan pengobatan. Di Pulau Siberut inilah tempat sikerei bisa ditemui. Oleh karena itu, Pulau Siberut disebut juga Pulau Bumi ”Sikerei”. Dari uma, perjalanan dilanjutkan ke Salappak dan singgah di sana. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Dusun Gotap, Desa Saliguma, Siberut Tengah, di pesisir pantai.
”Wilayah pedalaman Siberut, seperti Silaoinan, menarik dijadikan wisata budaya. Banyak kebudayaan asli Mentawai yang belum diketahui orang. Kini, kunjungan wisatawan ke Mentawai kembali menggeliat. Kunjungan itu didominasi wisata selancar dan menyelam,” katanya.
Menurut Manajer Program Inklusi Sosial Yayasan Citra Mandiri Mentawai Pinda Tangkas Simanjuntak, meskipun wisata bahari kian populer di Mentawai, wisata sungai dan budaya Mentawai tidak hilang begitu saja.
Untuk mencobanya, kata Pinda, wisatawan berangkat dari Muara Padang ke Muara Siberut menggunakan kapal cepat Mentawai Fast dengan biaya Rp 250.000. Pelayaran ini sekitar 4 jam.
Bisa juga menggunakan feri dengan biaya Rp 150.000 yang jadwalnya dua kali seminggu. Butuh 12 jam untuk menempuh perjalanan Pelabuhan Bungus-Muara Siberut.
Dari Muara Siberut, wisatawan langsung ke Desa Muntei dan menyambangi kantor Himpunan Pramuwisata Indonesia untuk mendapatkan informasi terkait harga dan rute wisata.Ongkos tergantung negosiasi wisatawan dengan pemilik pompong. Biasanya, biaya untuk satu pompong dengan 4 penumpang dan perjalanan 3-5 hari berkisar Rp 1,5 juta-Rp 3 juta.
”Jika menginap di rumah warga, wisatawan membawa bahan makanan untuk dimasak di sana. Warga tidak meminta biaya penginapan kepada wisatawan. Namun, melalui pemandu, biasanya wisatawan memberikan ucapan terima kasih ala kadarnya,” kata Pinda.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR