Upaya menyelaraskan kata-kata dengan tindakan nyata
Sementara itu, dalam sambutannya, Direktur JILF dan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, Anton Kurnia, menekankan bahwa tema yang diusung tahun ini merupakan sebuah upaya untuk menyelaraskan kata-kata dengan tindakan nyata dalam merespons krisis iklim yang semakin mendesak.
"Kami melihat bahwa ini adalah sebuah upaya protektif alternatif. Menyelaraskan kata-kata dengan tindakan dalam merespons fakta global terkait bumi," ujar Anton.
Krisis iklim, menurut Anton, telah mencapai titik kritis. "Dampak destruktif dari produksi kapitalistik terhadap alam dan mode produksi yang mengejar keuntungan maksimal telah menyebabkan konsumsi energi yang berlebihan," tegasnya.
Kondisi ini telah membawa manusia ke era Antroposen, sebuah zaman di mana aktivitas manusia telah memberikan dampak signifikan terhadap bumi.
Namun, di tengah situasi yang penuh tantangan ini, sastra hadir sebagai sebuah alternatif. "Kami berharap JILF dapat menjadi platform terbuka untuk mengeksplorasi perspektif alternatif melalui serangkaian diskusi, pertunjukan, pameran, lokakarya, dan pameran buku," ungkap Anton.
Dengan kata lain, JILF ingin menunjukkan bahwa sastra bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menginspirasi perubahan dan mendorong aksi nyata.
Kolaborasi dengan JakTent semakin memperkaya tema JILF tahun ini. Kolaborasi ini, menurut Anton, merupakan bukti nyata dari upaya untuk memperluas jangkauan sastra dan melibatkan lebih banyak pihak dalam diskusi tentang isu-isu lingkungan.
Di akhir sambutannya, Anton menyampaikan harapannya agar JILF dapat berkontribusi terhadap keberlanjutan bumi. "Meskipun dunia telah kacau dan tidak adil, kami berharap festival sastra dapat berkontribusi terhadap keberlanjutan bumi," ujarnya.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
KOMENTAR