Nationalgeographic.co.id—Ibu Kota Nusantara atau IKN adalah ibu kota baru Indonesia. Sejak berdirinya IKN, kondisi hidro-iklim ekstrem telah muncul sebagai masalah lingkungan yang signifikan.
Salah satu peristiwa yang paling menonjol adalah banjir bandang dahsyat pada 15-16 Maret 2022, yang dipicu oleh hujan deras berkepanjangan selama 4-6 jam, yang menyebabkan kerusakan parah dan kerugian ekonomi yang besar.
Tim peneliti internasional dari Indonesia, Inggris, Belanda, dan Australia telah mengidentifikasi sistem konvektif skala mesoskala (MCS) sebagai penyebab utama hujan deras ini. Makalah studi ini telah dipublikasikan di jurnal Advances in Atmospheric Sciences.
Dengan menggunakan data GSMaP resolusi tinggi, tim peneliti menemukan bahwa curah hujan mencapai puncaknya selama tahap matang MCS pada malam hari tanggal 15 Maret 2022, dan berkurang saat memasuki tahap disipasi.
Penelitian yang dipimpin oleh Prof. Eddy Hermawan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia ini juga meneliti berbagai faktor lingkungan yang memengaruhi kejadian MCS.
Faktor-faktor yang diteliti mencakup Osilasi Madden-Julian (MJO, fenomena atmosfer utama yang ditandai dengan pergerakan awan dan hujan ke arah timur di dekat ekuator yang biasanya terjadi setiap 30 hingga 60 hari), gelombang ekuator, dan variabilitas frekuensi rendah.
"Temuan kami menunjukkan bahwa MJO dan gelombang ekuator memainkan peran penting dalam tahap awal perkembangan MCS dengan meningkatkan konvergensi kelembapan di lapisan batas bawah, sementara faktor lokal menjadi lebih berpengaruh selama tahap matang dan tahap akhir evolusi MCS," kata Prof. Hermawan, seperti dikutip dari EurekAlert!.
"Hasil ini didukung oleh lintasan mundur analisis transportasi kelembapan," imbuhnya.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa MJO dan gelombang ekuator berkontribusi secara signifikan terhadap konvergensi fluks kelembapan meridional tingkat rendah selama tahap pra-MCS dan inisiasi, dengan kontribusinya mencapai hingga 80% selama fase pertumbuhan.
Meski La Niña dan monsun Asia memiliki dampak yang dapat diabaikan pada pasokan air MCS, kontribusi substansial dari jangka waktu sisa anggaran uap air selama fase pematangan dan peluruhan MCS juga teramati.
“Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan lokal, seperti konveksi skala kecil, penguapan lokal, umpan balik permukaan tanah, dan topografi, juga memainkan peran penting dalam memodulasi intensitas dan durasi MCS.” Kata Ainur Ridho, seorang ilmuwan dari University of Reading, Inggris.
Baca Juga: Memegang Komitmen IKN Soal Pelestarian Lingkungan dan Satwa Liar
Studi ini meningkatkan pemahaman kita tentang potensi penyebab curah hujan ekstrem di IKN dan dapat membantu dalam meningkatkan prakiraan hujan badai dan manajemen risiko di wilayah tersebut.
Ke depannya, tim peneliti berencana untuk menerapkan teknik pembelajaran mendalam untuk mensimulasikan dan memprediksi peristiwa cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, yang terkait dengan pengembangan MCS di IKN dan wilayah sekitarnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR