Nationalgeographic.co.id—Krisis moneter 1998 menjadi salah satu periode paling kelam dalam sejarah ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) anjlok secara drastis dan mencapai titik terendahnya dari Rp2.500 menjadi Rp16.800 per dolar AS.
Anjloknya nilai tukar rupiah tersebut menyebabkan inflasi yang melambung tinggi, kehancuran sektor perbankan, dan meningkatnya angka pengangguran hingga memicu kerusuhan besar-besaran.
Di tengah situasi yang kacau tersebut, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie muncul sebagai pemimpin yang mampu menstabilkan ekonomi Indonesia, termasuk menekan nilai tukar dolar yang sempat menyentuh titik terendah, padahal BJ Habibibe bukanlah ahli ekonomi.
Lantas bagaimana kondisi ketika itu, dan apa yang dilakukan BJ Habibie?
Krisis moneter pada tahun 1998 telah menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia menjadi sangat buruk. Kondisi itu juga menyebabkan berbagai masalah, dari pengangguran yang meluas hingga kerusuhan di mana-mana.
Ada banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang akhirnya bangkrut.
Situasinya sangat serius, karena menyebabkan penurunan jumlah pekerja yang meluas dan peningkatan tajam dalam tingkat kemiskinan.
Kemudian karena penurunan nilai tukar rupiah, seluruh bank di Indonesia menghadapi sejarah kredit yang buruk dengan banyak bisnis gagal membayar utang mereka.
Kredit macet ini merugikan bank-bank yang semakin merugi, sehingga pemerintah akhirnya memutuskan untuk menggabungkan beberapa bank untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia.
Krisis moneter 1998 juga menyebabkan tingkat pengangguran yang meluas, nilai tukar rupiah terus terdepresiasi pada tingkat yang mengkhawatirkan, begitu pula harga komoditas pokok.
Kenaikan harga bahan pokok membuat masyarakat resah karena kehilangan daya beli. Kemarahan ini juga memicu protes di mana-mana.
Baca Juga: BJ Habibie dan Kecintaannya Terhadap Teknologi Serta Industri Pesawat Terbang
Source | : | Kompas,Gramedia.com |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR