Nationalgeographic.co.id—Kini, banyak orang memiliki hewan peliharaan untuk menjadi teman dan melengkapi hari-hari mereka. Namun, terkadang, hewan tampak menunjukkan beberapa perilaku cemas atau kompulsif yang sama seperti manusia dengan gangguan mental yang didiagnosis secara klinis.
Lantas, kemudian muncul pertanyaan, apakah hewan mengalami penyakit mental seperti yang dialami manusia?
Hal ini telah menjadi pertanyaan dalam waktu yang lama. Bagaimana tidak, kadang pemilik anjing berspekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan anjing mereka ketika mata anjing terlihat sedih.
Kemajuan modern dalam sains dan pemindaian otak memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Para ahli sekarang percaya bahwa sebagian besar mamalia dan bahkan mungkin beberapa burung dapat mengalami kecemasan, seringkali dengan cara yang sangat mirip dengan manusia. Namun, kesamaan tersebut mungkin hanya sejauh itu saja.
Penyakit mental hewan
Dokter hewan dan peneliti perilaku hewan mengatakan hewan dapat mengalami penyakit mental dan gangguan kejiwaan, tetapi tidak dengan cara yang dapat diverifikasi seperti halnya manusia.
Misalnya saja, anjing dan kucing yang dirawat karena tanda-tanda kecemasan mungkin tidak memenuhi definisi resmi Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) tentang 'Gangguan Kecemasan Umum (GAD)' atau kecemasan kronis.
Sementara manusia dapat menggunakan bahasa untuk menggambarkan pengalaman itu kepada dokter, hewan tidak dapat berkomunikasi seperti itu.
Itu berarti kita hanya dapat mengetahui apakah hewan mengalami kecemasan atau gangguan mental lainnya berdasarkan pengamatan kita terhadap perilaku mereka.
Dokter hewan dapat mendiagnosis hewan dengan kecemasan, atau gangguan obsesif-kompulsif ketika mereka melihat bukti potensial dari tindakan mereka.
Baca Juga: Punya Cara Komunikasi yang Unik, Bisakah Hewan Mempelajari 'Bahasa' Spesies Lain?
Namun, dokter hewan tidak dapat membaca pikiran mereka, jadi masih belum pasti berapa banyak hewan yang mungkin benar-benar mengalami kondisi mental yang dapat dikaitkan dengan penyakit mental.
Kepada Popular Science, profesor madya dan dokter hewan Universitas Pennsylvania Carlo Siracusa mengatakan hewan 'benar-benar' dapat mengalami penyakit mental.
Carlo bekerja dengan klien yang memiliki anjing dan kucing yang menunjukkan tanda-tanda agresi atau perilaku destruktif yang katanya adalah produk sampingan dari kecemasan atau ketakutan. Menurutnya, ini mirip dengan kecemasan berbasis rasa takut yang terlihat pada manusia.
Carlo menambahkan, wilayah serupa yang mengatur emosi di otak manusia juga bekerja pada hewan yang menunjukkan tanda-tanda kecemasan.
Meskipun otak manusia dan hewan berbeda dalam ukuran dan kompleksitas, pemrosesan emosional dalam kedua kasus terjadi di amigdala.
Seperti manusia, anjing yang telah ditelantarkan atau yang telah mengalami perubahan besar yang mengganggu pada lingkungannya dapat menunjukkan agresi impulsif. Hewan peliharaan, juga seperti manusia, dapat membentuk perilaku kompulsif.
Namun, masih ada beberapa bentuk penyakit mental yang tampaknya hanya dialami manusia, seperti skizofrenia, yang terkait langsung dengan kompleksitas otak manusia.
Selain itu, hewan juga tidak memiliki kemampuan untuk merasa 'tidak aman' dalam lingkungan sosial atau menunjukkan keputusasaan atas konsep-konsep abstrak dan eksistensial.
Ini berarti hewan tidak dapat mengalami jenis-jenis depresi klinis tertentu yang mungkin terjadi pada manusia.
Carlo menjelaskan bahwa hal ini mungkin terjadi karena hewan tidak memiliki fungsi kortikal prefrontal yang sangat canggih yang diperlukan untuk perencanaan jangka panjang.
Analisis objektif tentang fungsi otak fisik hewan ini terpisah dari pertanyaan yang lebih filosofis tentang apakah hewan memiliki apa yang disebut kesadaran diri.
Baca Juga: Belle Gunness: Wanita Pencabut Nyawa 40 Pria dan Anak-anak, Jejaknya Hilang Sempurna
Mengenali hewan yang cemas
Penyakit mental pada hewan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Hewan selalu bereaksi terhadap lingkungannya dengan cara tertentu.
Anjing dan kucing yang cemas mungkin mondar-mandir di dalam ruangan, gemetar, merontokkan bulu, atau memuntahkan makanan secara kompulsif.
Sementara itu, primata di penangkaran diketahui membuang kotoran atau terkadang melakukan mutilasi diri yang brutal.
Carlo mengatakan banyak kasus yang ia lihat di dunia nyata melibatkan hewan yang telah memanifestasikan kecemasan mereka dalam bentuk yang merusak.
Dalam beberapa kasus, hewan peliharaan dengan serangan kecemasan mungkin merasa kewalahan dan menyerang perabotan di apartemen.
Hewan peliharaan lainnya mungkin menggeram atau bahkan menyerang orang atau hewan lain yang tidak dikenal sebagai respons atas ketakutannya.
Trauma masa lalu yang ekstrem juga dapat melekat pada hewan dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada manusia.
Sebanyak 10% anjing militer Amerika Serikat (AS) yang terlibat dalam pertempuran aktif di Afghanistan dilaporkan telah menerima diagnosis klinis gangguan stres pascatrauma.
Namun, Carlo mengatakan hewan yang mengidap penyakit mental sering kali baru ketahuan saat perilakunya berdampak negatif pada kehidupan pemiliknya.
Kemungkinan besar ada kelompok hewan yang lebih besar yang menderita kecemasan tingkat rendah yang tidak ketahuan.
Misalnya saja perilaku hewan peliharaan yang menghabiskan sebagian waktunya di tempat tertentu, dengan gelisah menunggu pemiliknya kembali.
Baca Juga: Ilmuwan Akhirnya Pecahkan Misteri Ilmiah 'Tahun-Tahun Hilang' Penyu
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR