Lembayung senja menyorot kecantikan Raden Ayu Lembah yang kebingungan, lantas mendekat pada rombongan berkuda. Ditemuinya wajah pria tampan yang baru sekalinya ini ia lihat. Asing.
Tak mau terus menyembunyikan rasa penasarannya, Raden Ayu meminta abdinya untuk menanyakan nama sang tampan yang berada paling depan di antara rombongan berkuda yang tak seberapa banyaknya.
Saat pesuruh Raden Ayu dekat dan menanya, Raden Sukra menjawab, "Saya anak Patih Sindureja, Sukra namaku, Natadirja nama dewasaku, tetapi belum begitu terkenal. Lebih sering dipanggil Sukra"
Setelah diketahui namanya, Raden Ayu Lembah berkata dengan keras, memuji sambil memperingati: "Hai Sukra, engkau sungguh tampan, tapi kurang ajar. Tak sayangkah tampanmu? kalau sampai ketahuan oleh kakanda (suamiku) pasti lehermu tercabut."
Sukra menjawab, "Mustahil (aku) kalah dengan Pangeran Adipati Anom. Saya berani bertakar darah. Walau dikeroyok pun saya hendak bertarung sampai darahku tumpah. Semua saya layani, busur, lembing dan senjata tombak orang kadipaten."
Ia mencabuk kudanya, dan tapal kuda berlari meninggalkan taman bunga yang di antaranya berdiam putri secantik Raden Ayu Lembah yang membuat hati Raden Sukra berdesir.
Sang putri kecantikan itu berkata pelan sambil keheranan dengan lelaki tampan gila yang baru meninggalkannya. "Si Sukra gila meracau, apakah dia kerasukan. Dari perkataannya, sepertinya otaknya tidak beres," herannya.
Hari-hari beranjak meninggalkan sore yang tak bisa dilupakan Raden Mas Sukra. Sampai tiba di bulan baru saat dia masih termangu menikmati kasmaran hatinya. Datanglah pengawal senior yang memperingatkan putra patih Sindureja itu.
Alih-alih menuruti nasihat pengawalnya, gejolak hati tak dapat mengubah perasaan cinta yang bersemayam dalam dada. Semakin didiamkan, semakin membakar kerinduannya untuk kembali bertemu dengan Raden Ayu Lembah, sang cinta terlarangnya.
Di antara nasihat sang pengawal, Raden Sukra malah balik berujar: "Bapak, saya hendak menculik (sang putri) di Kapugeran. Akan saya masuki taman tempat sang ayu, hendak menyerahkan hidup matiku kepada sang ayu!"
Baca Juga: Surabaya dan Mataram Memperebutkan Kota Maritim di Pesisir Jawa
Source | : | Digital Library UIN Surabaya,Babad Tanah Jawi |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR