Nationalgeographic.co.id—Saat kita duduk dan merenungkan datangnya tahun 2025, mungkin kita merasakan kebingungan dan kelelahan. Tahun 2025 terdengar seperti sesuatu yang tidak nyata, seperti adegan dari film fiksi ilmiah.
Namun, kalender tidak pernah salah, tahun 2025 memang datang. Waktu seolah berjalan semakin cepat. Pandemi terasa baru saja terjadi, Olimpiade London yang ikonik tahun 2012 juga seakan belum lama berlalu, bahkan milenium baru terasa seperti baru satu dekade yang lalu.
Sensasi waktu yang berlalu semakin cepat bukan hanya dialami oleh Anda seorang. Albert Einstein pernah menjelaskan bahwa waktu itu relatif. Satu jam terasa singkat ketika dihabiskan bersama orang terkasih, namun terasa sangat lama ketika tangan menyentuh kompor panas.
Penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi kita tentang kecepatan waktu memang meningkat seiring bertambahnya usia. Studi dari Universitas Liverpool John Moores menunjukkan bahwa banyak orang di Inggris merasa Natal datang lebih cepat setiap tahun, dan di Irak, Ramadan juga dirasakan datang lebih cepat.
"Waktu fisik tidak sama dengan waktu pikiran," kata profesor teknik mesin dan penulis Time and Beauty: Why Time Flies And Beauty Never Dies, Adrian Bejan, seperti dilansir laman Independent. "Waktu yang Anda persepsikan tidak sama dengan waktu yang dipersepsikan oleh orang lain."
Mengapa waktu terasa lebih cepat saat kita tua?
Salah satu penjelasannya ada pada fisiologi tubuh kita. Masa kecil terasa begitu panjang, liburan musim panas seolah tak berujung. Ini karena otak anak kecil menerima lebih banyak "gambar" dibandingkan saat dewasa.
Bejan menjelaskan bahwa seiring bertambahnya usia, kemampuan otak memproses informasi visual melambat. Jaringan neuron di otak menjadi lebih kompleks, sehingga sinyal listrik memerlukan waktu lebih lama untuk diproses.
Akibatnya, kita merasakan lebih sedikit "bingkai per detik" seiring bertambahnya usia, membuat waktu terasa berlalu lebih cepat. Analogi sederhananya seperti flipbook; semakin sedikit gambar, semakin cepat kita sampai ke halaman terakhir.
"Orang-orang sering takjub dengan seberapa banyak yang mereka ingat dari hari-hari yang tampaknya berlangsung selamanya di masa muda mereka," katanya. "Bukan karena pengalaman mereka jauh lebih dalam atau lebih bermakna, hanya saja mereka diproses dengan cepat."
Selain itu, proporsi waktu juga memainkan peran. Satu tahun bagi anak usia 4 tahun adalah persentase yang jauh lebih besar dari hidupnya dibandingkan dengan orang berusia 40 tahun. Jadi, wajar jika terasa lebih lama bagi anak kecil.
Baca Juga: Mengapa Halaman Buku Menguning Seiring Waktu? Sebuah Penjelasan Ilmiah
Alasan lain mengapa waktu terasa lambat saat muda adalah karena otak anak-anak diprogram untuk mengingat pengalaman baru. Masa kanak-kanak penuh dengan hal baru yang harus diserap setiap hari. Hampir semua yang dilakukan adalah pengalaman pertama kali.
Cara memperlambat waktu
Seiring bertambahnya usia, kita cenderung memiliki lebih sedikit pengalaman baru setiap tahun. Semakin banyak hal yang kita alami, semakin sedikit hal baru yang tersisa. Kita juga cenderung terjebak dalam rutinitas dan enggan mencoba hal baru.
Jika kita melakukan hal yang sama setiap minggu, otak tidak mendapatkan hal menarik untuk diingat. Tanpa ingatan baru, minggu, bulan, dan tahun berlalu begitu saja tanpa terasa. Waktu seolah dipercepat.
Sebaliknya, ketika kita mengingat periode yang penuh dengan peristiwa, itu "membuatnya tampak seperti waktu meregang... dan rasanya sangat lama", menurut Cindy Lustig, seorang profesor psikologi di Universitas Michigan.
Rutinitas adalah musuh dari waktu yang terasa panjang. Cobalah hal baru untuk memecah rutinitas, seperti berjalan ke toko dengan rute yang berbeda, mencoba hobi baru, atau mendengarkan jenis musik yang berbeda.
"Perlambat sedikit lagi, paksa diri Anda untuk melakukan hal-hal baru untuk menjauh dari rutinitas," kata Bejan.
"Manjakan diri Anda dengan kejutan. Lakukan hal-hal yang tidak biasa. Pernahkah Anda mendengar lelucon yang bagus? Ceritakan pada saya! Apakah Anda punya ide baru? Lakukan sesuatu. Buat sesuatu. Katakan sesuatu."
Terakhir, kesadaran penuh (mindfulness) juga penting. Jika waktu adalah masalah perspektif, maka hidup di saat ini adalah kunci untuk memaksimalkan waktu yang kita miliki.
Tidak ada dari kita yang tahu berapa banyak waktu yang kita miliki, tetapi, menariknya, kita sebenarnya memiliki banyak kendali atas bagaimana kita mengalami waktu itu," kata Lustig.
Berhenti memikirkan masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan, fokuslah pada saat ini. Dengan begitu, kita bisa merasakan waktu berjalan lebih lambat dan hidup lebih bermakna.
KOMENTAR