Selanjutnya, di fase manufaktur, produsen dapat mengambil langkah proaktif dengan memanfaatkan material yang diperoleh dari produk yang telah mencapai akhir masa pakainya, alih-alih bergantung sepenuhnya pada ekstraksi bahan baku baru yang sering kali merusak lingkungan.
Saat produk berada di tangan konsumen, pilihan yang sadar terhadap Ekonomi Sirkular dapat diwujudkan dengan memilih produk yang memang dirancang dan dibuat dengan standar ketahanan yang tinggi; kita dapat memilih barang-barang yang dirancang untuk digunakan berulang kali, dan ketika fungsinya telah berkurang, kita memiliki opsi untuk mendaur ulang atau menggunakannya kembali.
Pemeliharaan juga memainkan peran vital dalam memperpanjang masa pakai barang secara signifikan, sehingga secara langsung mengurangi kebutuhan akan produksi barang baru dan penimbunan limbah.
Ketika barang mendekati akhir masa pakainya namun masih memiliki potensi, tindakan penggunaan kembali atau pembaruan dapat memulihkan nilainya dan memberikannya fungsi baru, kembali lagi mengurangi dorongan untuk membeli barang baru dan menurunkan volume sampah.
Terakhir, daur ulang memastikan bahwa di penghujung siklus hidup produk, materialnya dapat dimanfaatkan kembali untuk produksi barang-barang baru, mencegahnya berakhir di tempat sampah dan mengunci nilainya dalam sistem ekonomi.
Prinsip-prinsip yang terintegrasi ini secara kolektif memfasilitasi pergeseran mendasar dari model ekonomi linier yang boros menuju cara beroperasi yang jauh lebih sirkular dan berkelanjutan.
Menerapkan Lensa Ekonomi Sirkular dalam Kehidupan Sehari-hari
Untuk lebih membumikan konsep ini, mari kita terapkan perspektif Ekonomi Sirkular pada barang-barang sehari-hari yang sangat akrab dengan kita, seperti pakaian. Di setiap tahapan siklus, kita dapat mengajukan pertanyaan reflektif:
Pada tahap desain, bisakah perancang atau merek mempertimbangkan untuk memproduksi pakaian dengan meminimalkan limbah sisa bahan sejak awal? Dapatkah mereka secara proaktif menggunakan bahan daur ulang dalam komposisi kain mereka?
Bagaimana dengan kemasan produk – bisakah itu dibuat dari material daur ulang, atau bahkan dirancang agar dapat digunakan kembali untuk pengiriman ke toko? Bisakah kita mengadopsi desain yang inherent efisien, sehingga tidak perlu memesan atau memotong material secara berlebihan?
Melangkah ke tahap manufaktur, pertanyaan muncul: Bisakah proses produksi pakaian diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan sedikit atau bahkan tanpa sisa potongan kain yang terbuang?
Baca Juga: Kolaborasi, Kunci Cerahnya Masa Depan Ekonomi Sirkular di Indonesia
KOMENTAR