Pada fase konsumsi, kita dapat merenungkan: Bisakah kita mengonsumsi pakaian dengan lebih bijak, menahan diri dari membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan atau yang hanya akan dikenakan sekali? Bisakah kita berkomitmen untuk memakai pakaian yang kita miliki berulang kali, dan merawatnya dengan baik agar tetap tahan lama?
Dalam hal pemeliharaan, jika pakaian kita mengalami kerusakan seperti robek, bisakah kita mengambil inisiatif untuk memperbaikinya agar fungsinya kembali dan dapat terus kita pakai?
Ketika pakaian sudah tidak lagi layak pakai sesuai fungsi aslinya, pada tahap penggunaan kembali/pembaruan, bisakah kita secara kreatif memanfaatkannya untuk keperluan lain atau mengubahnya menjadi barang yang berbeda?
Terakhir, pada titik di mana pakaian benar-benar tidak terpakai, di fase yang sering diasosiasikan dengan daur ulang (meskipun dalam Ekonomi Sirkular daur ulang adalah opsi terakhir setelah upaya lain), apabila pakaian tersebut masih dalam kondisi yang baik, bisakah kita memilih untuk menjualnya agar orang lain dapat memanfaatkannya, alih-alih segera membuangnya? Atau, bisakah kita menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai kepada mereka yang lebih membutuhkan?
Mengadopsi pola pikir yang cermat ini secara konsisten mendorong kita untuk mempertimbangkan dan menghargai setiap tahap dalam "perjalanan" suatu barang, beralih dari kebiasaan linear yang hanya berujung pada perancangan, penggunaan, dan pembuangan.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR