Kabupaten Fakfak di Papua Barat adalah rumah bagi 908.850 hektare hutan di mana sekitar 26.927 masyarakat adat bergantung pada 56 pohon pala per hektare hutan untuk mata pencaharian mereka. Kaleka telah bekerja untuk keberlanjutan pala selama sekitar delapan tahun. Pala bukan sekadar komoditas. Bagi masyarakat adat, pala adalah kehidupan.
“Dengan menerapkan kearifan lokal dalam pengolahan pala secara berkelanjutan, kami dapat mempertahankan mata pencaharian yang stabil tanpa harus mengorbankan lingkungan serta memberikan insentif bagi kami untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan, sehingga tidak bergantung pada industri ekstraktif yang merusak hutan,” jelas Mama Siti.
Pemanfaatan seluruh bagian pala, termasuk kulit dan biji, juga menghasilkan produk turunan F&B yang baru seperti sirup, manisan untuk supermarket dan kafe di Fakfak sampai produk kosmetik seperti minyak atsiri. Hal ini semakin meningkatkan nilai ekonomis komoditas ini.
“Dibantu oleh Kaleka, kami terus berupaya memanfaatkan semua bagian dari pala untuk meminimalisir sampah dari penggunaannya yang biasa menumpuk saat difungsikan menjadi bahan masak. Saat ini, kami sudah menjual kurang lebih 500 botol sari buah yang berbahan dasar daging buah pala yang selama ini hanya ditinggalkan di bawah pohon pala sampai membusuk,” tutur Mama Siti.
Keberhasilan inisiatif Wewowo Lestari memberikan harapan baru bagi petani pala di Papua. Melalui pendekatan ekonomi restoratif, Wewowo Lestari mendorong pembelajaran bersama berlandaskan bukti yang diharapkan dapat mendorong advokasi perubahan kebijakan pengelolaan lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dengan pendekatan berbasis komunitas, program ini menjaga tradisi dan kekayaan alam Papua sebagai fondasi ekonomi lokal.
“Dalam lima tahun, kami membayangkan sebuah usaha sosial fungsional yang dipimpin oleh masyarakat adat yang dapat menjual pala mereka dengan nilai tinggi, seperti halnya komoditas berkelanjutan lainnya yang diproduksi di Papua Barat seperti rumput laut, kepiting, dan nilam, yang dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat adat,” ujar Venticia Hukom.
"Dalam sepuluh tahun, Kaleka menargetkan hutan adat untuk mendapatkan pengakuan di tingkat nasional, dan beberapa kebijakan dalam perlindungan hutan dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia. Dalam lima belas tahun, kita akan melihat industri klaster parfum, minyak atsiri, dan produk perikanan di Fakfak, Papua Barat,” imbuhnya.
Inisiatif ini menjadi contoh nyata bahwa pelestarian alam dan peningkatan ekonomi dapat berjalan berdampingan. Dan bahwa sains serta penelitian ilmiah juga bisa bersanding dengan kearifan lokal Papua.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR