Kini, para ilmuwan memiliki tiga jenis makhluk besar yang dapat dibandingkan satu sama lain. Inilah yang kemudian dilakukan oleh ahli paleontologi sekaligus anatomi Inggris, Richard Owen.
Dalam makalah penting yang diterbitkannya tahun 1842, Owen menyoroti kesamaan di antara ketiga fosil tersebut. Berdasarkan kemiripan itu, ia menyimpulkan bahwa ketiganya termasuk dalam kelompok baru yang ia namai Dinosauria — gabungan kata Yunani yang berarti “kadal yang sangat menakutkan.”
Mengelompokkan Megalosaurus, Iguanodon, dan Hylaeosaurus ke dalam satu kelompok bernama Dinosauria adalah langkah yang sangat revolusioner, kata Sues. “Penemuan ini menyiratkan bahwa dahulu kala pernah hidup hewan-hewan luar biasa yang kini telah punah, namun dulunya adalah penguasa utama dalam ekosistemnya masing-masing.”
Ketertarikan Publik dan Perang Fosil
Penemuan-penemuan baru tentang dinosaurus langsung memikat imajinasi publik Inggris. Salah satu referensi budaya populer pertama yang menyebut dinosaurus muncul dalam novel Bleak House karya Charles Dickens, yang pertama kali diterbitkan sebagai serial 20 episode antara tahun 1852 dan 1853.
Pada bab pembuka, Dickens menulis bahwa “tidak akan mengejutkan jika kita menjumpai seekor Megalosaurus, sepanjang empat puluh kaki, berjalan dengan gaya kadal raksasa menanjak Holborn Hill.”
Di Amerika Serikat, minat publik terhadap dinosaurus meningkat tajam pada akhir abad ke-19, selama periode yang dikenal sebagai Bone Wars atau “Perang Fosil”. Pada masa ini, dua paleontolog Amerika bersaing sengit untuk saling mengungguli dalam menemukan spesies dinosaurus baru.
Mereka adalah Edward Drinker Cope dan Othniel Charles Marsh—dua sahabat yang kemudian menjadi rival sengit. Mulai tahun 1870-an, keduanya menggunakan kekayaan dan pengaruh mereka untuk mendanai penggalian besar-besaran sekaligus berusaha menjatuhkan satu sama lain.
Meski diwarnai sabotase dan permusuhan, Cope dan Marsh berhasil menemukan lebih dari 100 spesies dinosaurus baru, termasuk Stegosaurus dan Triceratops. Temuan-temuan ini membuka jalan bagi museum-museum untuk memamerkan tulang-tulang dinosaurus dan bahkan merekonstruksi kerangka lengkap, memungkinkan masyarakat umum melihat langsung peninggalan makhluk purba tersebut.
Penemuan-penemuan dinosaurus terus berlanjut hingga era 1920-an, namun pendanaan untuk penelitian fosil menurun drastis selama masa Depresi Besar dan Perang Dunia II.
Baru pada dekade 1970-an, ketertarikan publik terhadap dinosaurus bangkit kembali—seiring munculnya berbagai penemuan baru yang menggugah dan teori-teori revolusioner yang mengubah cara kita memahami makhluk raksasa ini.
Source | : | History |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR