Mikroplastik menyebar ke seluruh lapisan air dan telah ditemukan di setiap penjuru planet—dari puncak tertinggi Gunung Everest hingga palung terdalam di Samudra Pasifik, Palung Mariana.
Partikel ini terus terurai menjadi ukuran yang makin kecil. Tak hanya di laut, mikrofiber plastik juga telah ditemukan di sistem air minum kota dan terbawa oleh udara yang kita hirup.
Karena itulah, tak mengherankan jika para ilmuwan kini menemukan mikroplastik dalam tubuh manusia. Partikel-partikel kecil ini terdeteksi dalam darah, paru-paru, bahkan feses. Namun hingga kini, seberapa besar dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia masih menjadi pertanyaan penting yang sedang dikaji para peneliti secara intensif.
Bagaimana Polusi Plastik Membahayakan Satwa Liar
Setiap tahun, jutaan hewan terbunuh akibat plastik—mulai dari burung, ikan, hingga berbagai organisme laut lainnya. Hampir 2.100 spesies, termasuk yang terancam punah, diketahui terdampak oleh polusi plastik. Hampir semua spesies burung laut tercatat memakan plastik.
Sebagian besar kematian disebabkan oleh terjerat atau kelaparan. Anjing laut, paus, penyu, dan hewan laut lainnya sering tercekik oleh alat tangkap yang ditinggalkan atau oleh cincin pembungkus minuman kaleng. Mikroplastik bahkan telah ditemukan dalam lebih dari 100 spesies air, termasuk ikan, udang, dan kerang—yang sebagian besar berakhir di meja makan manusia.
Dalam beberapa kasus, partikel plastik ini bisa keluar dari sistem pencernaan tanpa menimbulkan efek serius. Namun, plastik juga bisa menyumbat saluran pencernaan atau melukai organ dalam, hingga menyebabkan kematian. Perut hewan yang penuh plastik juga membuat mereka merasa kenyang palsu, sehingga kehilangan nafsu makan dan akhirnya mati kelaparan.
Tak hanya hewan laut, hewan darat seperti gajah, hyena, zebra, harimau, unta, sapi, dan mamalia besar lainnya juga tercatat menelan plastik—dengan beberapa kasus berujung pada kematian.
Sejumlah studi bahkan menemukan kerusakan hati dan sel, serta gangguan sistem reproduksi pada hewan yang terpapar plastik, termasuk pada tiram yang menghasilkan lebih sedikit telur. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ikan larva sudah mengonsumsi serat plastik sejak hari-hari pertama kehidupannya, memunculkan kekhawatiran baru soal dampak jangka panjang terhadap populasi ikan.
Upaya Menghentikan Polusi Plastik
Begitu masuk ke laut, plastik sangat sulit—jika bukan mustahil—untuk diambil kembali. Sistem mekanik seperti Mr. Trash Wheel, alat penyaring sampah di Pelabuhan Baltimore, Maryland, cukup efektif dalam menangkap potongan plastik besar seperti gelas styrofoam dan wadah makanan dari perairan darat.
Namun ketika plastik telah terurai menjadi mikroplastik dan tersebar di seluruh kolom air laut, hampir tidak mungkin untuk dikumpulkan kembali.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR