Nationalgeographic.co.id—Anda tentu pernah bertanya mengenai seberapa sering kita harus buang air besar dan bagaimana frekuensi buang air besar tersebut mengungkap kesehatan kita yang sebenarnya.
Seberapa sering kita ingin buang air besar dapat berbeda-beda pada setiap orang. Setiap kali kita makan, usus besar berkontraksi dan mendorong makanan di sepanjang saluran pencernaan. "Refleks gastro-kolik" otomatis ini menghasilkan pelepasan hormon yang menciptakan keinginan untuk buang air besar.
Sering kali diklaim bahwa satu kali buang air besar sehari merupakan tanda kesehatan usus yang baik. NHS dan badan kesehatan lainnya menyatakan bahwa buang air besar antara tiga kali sehari dan tiga kali seminggu dianggap normal. Namun, normal dan sehat belum tentu sama.
Pada tahun 2024, Gibbons Sean Gibbons, seorang ahli mikrobiologi di Institute for Systems Biology di Seattle, Amerika Serikat, memimpin sebuah penelitian mengenai frekuensi buang air besar (BAB).
Dilansir laman BBC, penelitian tersebut mengkategorikan 1.400 orang dewasa yang sehat ke dalam empat kelompok berdasarkan kebiasaan buang air besar mereka; sembelit (satu-dua kali BAB per minggu); rendah-normal (tiga-enam kali BAB per minggu); tinggi-normal (satu-tiga kali BAB per hari); dan diare. Mereka kemudian meneliti apakah ada hubungan antara frekuensi BAB dan mikrobioma usus seseorang.
Gibbons menemukan bahwa orang yang buang air besar satu hingga tiga kali sehari memiliki proporsi bakteri 'baik' yang lebih tinggi di usus mereka dibandingkan dengan mereka yang lebih jarang buang air besar.
Sebaliknya, Gibbons juga menemukan bahwa orang yang buang air besar kurang dari tiga kali seminggu cenderung memiliki racun dalam darah, racun yang sebelumnya telah dikaitkan dengan kondisi seperti penyakit ginjal kronis dan Alzheimer.
Gibbons mengatakan, "Di zona Goldilocks buang air besar (kategori normal-tinggi), kami melihat peningkatan mikroba anaerobik yang menghasilkan zat kimia yang disebut asam lemak rantai pendek."
Salah satu asam lemak rantai pendek (SFA) ini, yaitu butirat, diketahui dapat menurunkan peradangan dalam tubuh. Hal ini penting, karena peradangan kronis kini dianggap sebagai faktor utama penyebab berbagai kondisi seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, bahkan Alzheimer.
Menurut Gibbons, memiliki kadar butirat yang lebih tinggi juga memungkinkan seseorang mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan lebih baik, sehingga mereka memiliki sensitivitas insulin yang lebih baik.
Butirat juga akan mengikat sel-sel dalam usus, merangsang mereka untuk memproduksi hormon yang membuat Anda merasa kenyang.
Baca Juga: Studi Ilmiah: Jadwal Buang Air Besar Anda Ungkap Kondisi Kesehatan Anda
Source | : | BBC |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR