Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa perubahan iklim yang tidak terkendali dapat menimbulkan penderitaan besar bagi miliaran orang, sekaligus mendorong sepertiga spesies di Bumi menuju kepunahan.
Merchant dan timnya menggunakan data satelit untuk memodelkan perubahan suhu rata-rata permukaan laut global selama beberapa dekade. Hasilnya menunjukkan tren kenaikan suhu yang konsisten, meskipun juga dipengaruhi oleh variasi alami seperti fenomena El Niño.
Percepatan pemanasan laut ini dikaitkan langsung dengan perubahan iklim dan ketidakseimbangan energi Bumi—yakni kondisi ketika Bumi menyerap lebih banyak energi dari yang dipancarkannya kembali ke luar angkasa.
Gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO₂) dan metana (CH₄) menjebak panas di atmosfer, yang pada akhirnya meningkatkan suhu udara dan laut. Proses ini, ditambah aktivitas manusia dan variasi alami, menjadi pendorong utama ketidakseimbangan energi Bumi, yang kini telah berlipat ganda dalam dua dekade terakhir.
Merchant menjelaskan bahwa tren pemanasan laut meningkat tajam dalam 15 tahun terakhir karena Bumi menyerap lebih banyak sinar matahari, selain panas yang terjebak oleh gas rumah kaca.
Penurunan tutupan awan diyakini sebagai penyebab bertambahnya cahaya matahari yang menembus atmosfer. Di sisi lain, mencairnya salju dan es global turut mengurangi kemampuan Bumi untuk memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa.
Para penulis studi menekankan bahwa laju pemanasan laut selama empat dekade terakhir bukanlah acuan pasti untuk masa depan. Tanpa upaya mitigasi atau tindakan untuk mengurangi dampak yang serius, pemanasan di masa depan bisa jauh lebih besar.
“Jika kita ingin menstabilkan iklim, kita harus menggandakan upaya untuk menjalani hidup tanpa mengandalkan bahan bakar fosil,” kata Merchant. “Kabar baiknya, transformasi besar sebenarnya sudah mulai terjadi di berbagai belahan dunia.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR